Halaman

Jumat, 28 Maret 2014

BELAJAR UNTUK SABAR


“Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain.” (Mazmur 75:7-8)

Sebagian orang Kristen mungkin akhir-akhir ini hatinya mulai berubah, tidak lagi bersungguh-sungguh dalam Tuhan. Semangat melayani Tuhan berangsur-angsur surut dan akhirnya padam sama sekali, tidak punya antusias terhadap perkara-perkara rohani. Apa penyebabnya? Selidik punya selidik, beberapa kecewa dan marah kepada Tuhan karena doanya belum beroleh jawaban. Mereka tidak sabar menunggu waktu Tuhan!
Setiap orang pasti berharap bahwa dosa-dosanya dijawab Tuhan dalam waktu sekejap, secepat kilat atau dalam waktu semalam. Kita memaksa Tuhan untuk mengikuti kehendak kita. Padahal kita sudah sering membaca ayat firman Tuhan ini: “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” (Yesaya 55:8-9). Ada doa yang segera dijawab oleh Tuhan, ada yang butuh waktu lebih lama, bahkan ada pula yang harus mengalami penundaan jawaban, karena Tuhan memiliki waktu tersendiri untuk menjawab doa kita. Waktu Tuhan bukanlah waktu kita, agenda-Mya bukanlah agenda kita, tapi “Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,” (Pengkhotbah 3:11). Karena itu sesulit apa pun keadaan kita biarlah kita tetap menjaga sikap hati dengan benar.
Ada beberapa alasan mengapa kita harus menunggu waktu Tuhan. Tuhan ingin supaya ingin supaya kita belajar sabar. “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.” (Amsal 16:32). Kata “sabar” bisa diartikan tidak cepat marah. Saat dalam masalah seringkali kita mudah marah, emosi dan hilang kesabaran. Yang Tuhan kehendaki, selama doa kita belum beroleh jawaban, kita tetap bersabar menanti-nantikan waktu Tuhan.
Daud butuh waktu 13 tahun sebelum menjadi raja Israel, walaupun ia punya kesempatan lebih cepat dengan jalan membunuh raja Saul: namun ia tidak menggunakan “kesempatan” tersebut karena ia tahu itu bukanlah kehendak Tuhan. Daud bersabar menunggu waktu Tuhan sampai Ia bertindak dan mengangkatnya.
“Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi.” (Yakobus 5:7)
Abraham membutuhkan waktu 25 tahun sebelum mengalami penggenapan janji Tuhan untuk mendapatkan keturunan. Ketika dipanggil keluar dari negeri nenek moyangnya (Ur-Kasdim) dan mendapatkan janji-janji Tuhan, Abraham berumur 75 tahun, dan kemudian Alkitab mencatat bahwa ia “….berumur seratus tahun, ketika Ishak, anaknya, lahir baginya.” (Kejadian 21:5)
Contoh lain adalah Kaleb, ia harus menunggu 45 tahun untuk mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya. Tertulis: “Jadi sekarang, sesungguhnya TUHAN telah memelihara hidupku, seperti yang dijanjikan-Nya. Kini sudah empat puluh lima tahun lamanya, sejak diucapkan TUHAN firman itu kepada Musa, dan selama itu orang Israel mengembara di padang gurun. Jadi sekarang, telah berumur delapan puluh lima tahun aku hari ini;” (Yosua 14:10). Lalu, “Yosua memberkati Kaleb bin Yefune, dan diberikannyalah Hebron kepadanya menjadi milik pusakanya.” (Yosua 14:13). Tuhan seperti menutup mata dan tidak memperhatikan ketekunan mereka sampai terjadi penundaan begitu lama sehingga semua Nampak bauruk, tetapi dari kisah tokoh Alkitab ini Tuhan hendak menegaskan bahwa “….semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;” (Mazmur 25:3a). cepat atau lambat janji Tuhan pasti digenapi-Nya!
Yakobus memberikan nasihat agar kita bersabar dalam menanti-nantikan Tuhan. Kata “sabar” ini sampai diulang sebanyak 4x, bukti bahwa bersabar adalah sesuatu yang sangat penting dan merupakan kunci untuk bisa menang dalam ujian waktu Tuhan, seperti seorang petani yang dengan sabar menantikan hasil panen meski harus melewati musim gugur, suatu masa yang juga dialami Habakuk. “Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang,” (Habakuk 3:17).
“Selama musim gugur tetaplah menabur dan bekerja, supaya saat musim tiba ada tuaian.
“Tetapi Yesus tidak menghiraukan perkataan mereka dan berkata kepada kepala rumah ibadat: "Jangan takut, percaya saja!" (Markus 5:36)
Meski mengalami masa-masa yang kering nabi Habakuk tetap menguatkan hati kepada Tuhan: “…aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku.” (Habakuk 3:18-19). Pada saat yang tepat kesabaran kita pasti akan membuahkan hasil, musim gugur akan segera berlalu dan berganti dengan musim semi. “Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya.” (2 Korintus 2:6). Di musim semi inilah segala jerih lelah kita akan terbayar, apa yang kita tabor akan kita tuai, setiap pergumulan kita akan segera terjawab. Akhirnya “Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.” (Mazmur 126:5).
Belajar sabar berarti selalu mengucap syukur kepada Tuhan di segala keadaan dan memiliki penyerahan penuh kepada-Nya. “Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan,” (Yakobus 5:9). Lawan kata bersyukur adalah bersungut-sungut dan mengomel. Jika kita bertindak demikian kita sedang melangkah menjauh dari penggenapan janji Tuhan. Karena itu “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” (1 Tesalonika 5:18). Belajar sabar berarti belajar percaya pula. Saat dalam perjalanan menuju rumah Yairus-seorang kepala rumah ibadat yang anaknya sedang sakit keras-langkah Yesus sempat tertahan karena Ia bertemu dengan wanita yang mengalami pendarahan selama 12 tahun, sehingga mujizat bagi anak Yairus sepertinya tertunda: anak Yairus itu pun meninggal dunia. Tetapi pada saat yang tepat Yesus tidak menyembuhkan anak Yairus itu, melainkan membangkitkannya dari antara orang mati. Dahsyat! Sepertinya Tuhan menunda-nunda waktu untuk menjawab doa kita, ternyata di balik penundaan itu ada perkara-perkara yang heran dan ajaib yang akan dinyatakan!
“Tuhan tidak pernah terlambat atau terlalu cepat untuk menolong kita, yang Ia kehendaki adalah kita belajar untuk bersabar, tetap mengucap syukur dan tetap percaya kepada-Nya!
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati

RAHASIA KEHIDUPAN DANIEL


“Dalam tiap-tiap hal yang memerlukan kebijaksanaan dan pengertian, yang ditanyakan raja kepada mereka, didapatinya bahwa mereka sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua orang berilmu dan semua ahli jampi di seluruh kerajaannya.” (Daniel 1:20)

Hari ini kita belajar dari seorang muda yang mampu “mengalahkan” dunia. Daniel adalah orang muda yang memiliki roh luar biasa dan memiliki kualitas hidup di atas rata-rata. Dalam bahasa Ibrani nama “Daniel” memiliki arti “Tuhanlah hakimku”. Kata “hakim” sendiri memiliki makna yang sangat luar biasa, suatu gambaran tentang kebijaksanaan yang di dalamnya terkandung hikmat, kekudusan, intelektual dan juga integritas. Daniel adalah seorang dari orang-orang muda pilihan yang ditangkap dan dibawa oleh Nebukadnezar, raja Babel, pada waktu Yerusalem runtuh. “….orang-orang muda yang tidak ada sesuatu cela, yang berperawakan baik, yang memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu, yakni orang-orang yang cakap untuk bekerja dalam istana raja, supaya mereka diajarkan tulisan dan bahasa orang Kasdim.” (Daniel 1:4). Di negeri Babel, oleh pemimpin pegawai istana, nama Daniel diganti menjadi Beltsazar.
Meski berada di negeri pembuangan, grafik kehidupan Daniel bukannya makin merosot, justru sebaliknya makin hari makin naik seperti janji firman-Nya, “TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia,” (Ulangan 28:13). Keberhasilan Daniel didapat bukan karena melakukangan kecurangan, suap atau kompromi, tapi karena ia memiliki kualitas hidup yang “berbeda” dari orang lain. Inilah yang dilakukan Daniel: pertama, ia berkomitmen untuk hidup kudus. Bukanlah perkara yang mudah bagi anak muda untuk menajiskan diri dari perkara-perkara duniawi. “Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja; dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan dirinya.” (Daniel 1:8).
Daniel bersikap tegas dan tidak mau kompromi sedikit pun dengan dosa dan tetap berkomitmen untuk menjaga kekudusan hidupnya. Apa kuncinya? “Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu.” (Mazmur 119:9).
“Lalu raja memuliakan Daniel: dianugerahinyalah dengan banyak pemberian yang besar, dan dibuatnya dia menjadi penguasa atas seluruh wilayah Babel dan menjadi kepala semua orang bijaksana di Babel.” (Daniel 2:48)
Kedua, Daniel memiliki pergaulan yang baik. Ia tidak sembarangan bergaul dan sangat selektif memilih teman, sebab ia sadar bahwa “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” (1 Korintus 15:33). Karena itulah Daniel membangun hubungan dengan teman-teman yang sama takut akan Tuhan dan memiliki kerohanian yang baik pula, sehingga mereka dapat saling mendukung, manasihati, mengingatkan dan menguatkan. “Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.” (Amsal 27:17). Berhati-hatilah dalam bergaul! Dengan siapa kita bergaul dan siapa teman-teman di sekitar kita sangat mempengaruhi pola pikir dan juga menentukan perjalanan hidup kita, akan seperti apa kita dikemudian hari, sebab “Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang.” (Amsal 13:20). Daniel pun memilih Hananya, Misael dan Azarya sebagai sahabat-sahabatnya.
Hal ketiga, adalah Daniel berkomitmen untuk memilihara kehidupan doanya setiap hari. Ia senantiasa menyediakan waktu khusus untuk Tuhan tiga kali sehari berlutut, berdoa dan memuji-muji Tuhan. Tertulis: “Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.” (Daniel 6:11). Sebagai pejabat pemerintahan tentunya Daniel punya banyak aktivitas dan kesibukan; meski demikian ia tidak pernah lalai menyediakan waktu untuk bersekutu dengan Tuhan. Di segala keadaan Daniel tetap tekun berdoa. Hal ini menunjukkan bahwa ia senantiasa mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia di dalam aspek hidupnya.     ”Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?” (Lukas 18:7). Itulah sebabnya apa saja yang dikerjakan Daniel senantiasa berhasil dan beruntung, karena tangan Tuhan selalu campur tangan.
“Dan Daniel ini mempunyai kedudukan tinggi pada zaman pemerintahan Darius dan pada zaman pemerintahan Koresh, orang Persia itu.” (Daniel 6:29).
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

BERANI UNTUK BERMIMPI


“Pada suatu kali bermimpilah Yusuf, lalu mimpinya itu diceritakannya kepada saudara-saudaranya; sebab itulah mereka lebih benci lagi kepadanya.” (Kejadian 37:5)

Mimpi di sini bukanlah sekedar “bunga tidur” yang biasanya kita alami saat tidur, melainkan mimpi yang besar atau impian yang dimiliki oleh setiap orang. Bukankah setiap orang memiliki mimpi atau impian yang suatu saat ingin dicapai dalam hidupnya? Hanya orang mati saja yang tidak memiliki mimpi atau impian. Selama kita masih bernafas kita harus punya mimpi, karena sebauh kesuksesan diawali dengan sebuah mimpi. Saudara ingin menjadi orang yang berhasil? Milikilah mimpi atau impian yang besar, karena mimpi adalah sumber kekuatan, pendorong dan pembangkit semangat dalam menjalani hidup ini; dan setiap kita pasti punya kerinduan bahwa suatu saat kelak mimpinya itu akan menjadi kenyataan. Oleh karena itu mari berjuang dan berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkannya, tak peduli kendala yang menghadang. Jadi memiliki mimpi adalah hak setiap orang tanpa terkecuali, dan tidak ada seorang pun yang mampu memaksa atau membatasi seseorang untuk bermimpi.
Namun memiliki mimpi saja belumlah cukup, itu baru tangga pertama menuju keberhasilan. Untuk selanjutnya diperlukan suatu usaha dan tindakan iman. “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” (Yakobus 2:17). Begitu juga dalam perjalanan kehidupan rohani. Tuhan memberikan mimpi-mimpi besar di zaman dahulu seperti yang dialami oleh Yusuf ini, tapi juga akan dinyatakan kepada umat-Nya yang hidup di masa sekarang. Inilah nubuat nabi Yoel, "Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu.” (Yoel 2:28-29).
Adapun tujuan Tuhan memberikan mimpi-mimpi-Nya adalah Ia hendak menyatakan kehendak dan rencana-Nya kepada kita. “Mimpi adalah suatu cara Tuhan menyatakan kehendak dan rencana-Nya secara khusus dalam diri seseorang!
“Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia.” (Mazmur 24:5).
Yusuf mendapatkan mimpi besar dari Tuhan: “Tampak kita sedang di ladang mengikat berkas-berkas gandum, lalu bangkitlah berkasku dan tegak berdiri; kemudian datanglah berkas-berkas kamu sekalian mengelilingi dan sujud menyembah kepada berkasku itu." (Kejadian 37:7). Ia bermimpi pula: “….Tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku." (Kejadian 37:9). Dengan penuh keberanian Yusuf menceritakan perihal mimpinya itu kepada saudara-saudaranya. Mimpi yang diterimanya ini menyiratkan bahwa Tuhan memiliki rencana yang luar biasa bagi kehidupannya di masa yang akan datang. Kelak ia menjadi orang “besar” dan mengalami peninggian dari Tuhan.
Namun tidak semua orang mendapatkan mimpi besar dari Tuhan. Inilah syaratnya: "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia.” (Mazmur 24:4-5). Tuhan memberikan mimpi besar kepada umat yang “bersih tangannya” dan “murni hatinya”, artinya hanya orang-orang yang memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhanlah yang akan memperoleh mimpi. “Tangan yang bersih” artinya menjauhkan diri dari segala perbuatan jahat, tidak turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan atau cemar, sebab “Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus.” (1 Tesalonika 4:7).
Sedangkan “hati yang murni” berarti tulus, bersih, jujur, tidak ada tipu muslihat dan terbebas dari segala pikiran-pikiran jahat. Oleh sebab itu kita harus senantiasa menjaga hati kita, sebab “…dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang." (Matius 15:19-20a). Tuhan memperhatikan isi hati setiap orang. Dalam menilai seseorang Tuhan selalu melihat hati “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b), menyelidiki segala hati, mengerti segala niat dan cita-cita “Dan engkau, anakku Salomo, kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan dengan rela hati, sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita. Jika engkau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang engkau untuk selamanya.” (1 Tawarikh 28:9), serta mengetahui rahasia hati “masakan Allah tidak akan menyelidikinya? Karena Ia mengetahui rahasia hati!” (Mazmur 44:22).
“Ingin menerima mimpi dari Tuhan? Jauhilah kejahatan dan milikilah hati yang murni!
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati

TULUS MEMINTA MAAF


“Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." (Kejadian 3:12)

Ada seorang pemuda lupa memenuhi janji pada sang kekasih untuk pergi makan malam di hari peringatan setahun mereka berpacaran. Ia meminta maaf dan member alas an klise seperti pekerjaan kantor yang menumpuk, mengejar deadline dan sebagainya. Sang gadis hanya diam. Kuatir, sang pemuda pun meminta saran kepada sang bunda. “Nak, cobalah kau minta maaf lagi. Katakana, kau ingin minta maaf, amat menyesal dank au mengajaknya pergi ke restoran pilihan gadismu sebagai gantinya.” Dorong sang bundanya.
Meminta maaf tidak mudah dilakukan kebanyakan orang. Lebih parahnya lagi, walaupun dilakukan tetapi dibumbui berbagai alas an. Ini mengakibatkan penyesalan yang diutarakan tidak tulus. Penyesalan seperti ini ditunjukkan oleh Adam dan Hawa ketika mereka sadar telah melanggar perintah Tuhan. Alih-alih memohon ampun dan mengakui kesalahan, mereka justru mencari-cari alasan untuk membenarkan diri. Adam menunjuk Hawa sebagai kambing hitam dan Hawa yang menyalahkan si ular yang membujuknya. Hal sebaliknya di lakukan Daud. Ia mengakui kesalahan karena telah membunuh Uria prajurit  sendiri dan mengambil istri tentara pemberani itu. Dalam permintaan maaf yang tulus terdapat dua bagian. Pertama pengakuan akan kesalahan dan penyesalan kita atas-Nya, kedua janji kita untuk membayar kesalahan atau menggantinya dengan sesuatu yang baik. Dua hal itu tidak terpisah dan saling melengkapi.
Sebagai manusia kita tidak terlepas dari kesalahan, baik pada sesama, terlebih pada Tuhan, sudah selayaknya kita memohon ampun dengan tulus dan jangan ada memberi alasan atau berdalih ketika telah bersalah dalam bentuk apa pun. Mari kita lakukan pemberesan kesalahan dengan dua hal tersebut. Ingatlah, itikad kita untuk melakukannya searah dengan kedewasaan iman kita pada Tuhan.
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

YANG MASIH TERSISA


“Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.” (Ayub 1:22)

“Apa pendapatmu tentang kertas ini?” Tanya guru kepada murid-muridnya seraya memperlihatkan selembar kertas putih berukuran besar dengan lubang kecil di bagian tengah. Hamper seluruh siswa menjawab mereka melihat sebuah lubang. Ada sesuatu yang hilang dari kertas itu yang membuatnya tidak utuh lagi. Namun, seorang murid berpendapat sangat berbeda, “Saya melihat masih ada cukup ruang yang tersedia dalam kertas ini untuk digambar!”
Tuhan mengizinkan iblis mencobai Ayub. Iblis diperbolehkan mengambil semua harta benda bahkkan anak-anak laki-laki saleh itu. Tetapi, Tuhan tidak mengizinkan iblis mengambil seluruh milik Ayub sampai tidak bersisa: Dia tidak mengizinkan iblis untuk menyentuh hidup Ayub “maka firman TUHAN kepada Iblis: "Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya." Kemudian pergilah Iblis dari hadapan TUHAN.” (Ayub 1:12). Harta benda dan anak-anak Ayub hilang, tetapi tidak demikian dengan hidupnya. Iblis masih tidak puas. Ia kembali mendatangi Tuhan. Kali ini Tuhan mengizinkan iblis untuk mengambil kesehatan Ayub, tetapi Dia tidak mengizinkannya mencabut nyawa Ayub Maka firman TUHAN kepada Iblis: "Nah, ia dalam kuasamu; hanya sayangkan nyawanya." (Ayub 2:6). Tuhan selalu menyisakan sesuatu dalam hidup Ayub. Dan Ayub pun merespons kehilangan itu dengan sikap yang benar “Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.” (Ayub 1:22)
Kehilangan adalah bagian tak terelakkan dalam hidup ini. Pada saat hal itu terjadi, kita dapat belajar dari Ayub: alih-alih meratapi kehilangan itu, kita dapat berfokus pada berkat yang masih tersisa. Bahkan seandainya kita kehilangan nyawa sekalipun, kita tidak akan kehilangan Tuhan, yang menjadi Bapa kita melalui penebusan Yesus Kristus. Jika demikian, bukankah selalu ada alas an untuk mengucap syukur?
“Fokuskan pandangan pada berkat yang masih ada, bukan pada apa yang sudah hilang.”
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati