Halaman

Kamis, 13 Agustus 2015

PERSAHABATAN DENGAN ALLAH

“Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.” (1 Yohanes 4:10)

   Mungkin saat ini Saudara merasa sendiri karena tidak ada orang lain yang memperdulikan dan memperhatikan. Saat berada di situasi sulit justru teman-teman dekat mundur teratur dan beranjak menjauh. Hari-hari Saudara pun terasa hampa dan sepi. Jangan terus larut dalam kepedihan dan merasa sendiri. Tidak! Kita tidak pernah sendiri, ada Yesus yang selalu menyertai, menemani dan memeluk kita. "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b).
   Mari kita flashback sejenak. Di awal penciptaan manusia kita melihat suatu hubungan yang sangat karib terjalin antara Allah dengan manusia di Taman Eden. Adam dan Hawa menikmati persahabatan begitu mesra dengan Allah. Tidak ada ritual agama, tidak ada upacara, yang ada hanyalah hubungan kasih yang begitu intim antara Allah dengan manusia yang diciptakan-Nya. Tidak ada jarak antara Allah dan manusia! Tetapi setelah manusia jatuh dalam dosa, hubungan yang karib lenyap dan terputus. “….yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.” (Yesaya 59:2). Namun Yesus mengubah segala sesuatunya ketika Dia membayar dosa-dosa kita di Kalvari. “….tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah,” (Matius 27:51).
   Tabir Bait Suci yang melambangkan pemisahan dari Allah telah robek dari atas ke bawah, artinya jalan masuk kepada Allah kembali tersedia. Kini setiap orang percaya bisa mendekati Allah dengan penuh keberanian. “Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya.” (Efesus 3:12). Persahabatan dengan Allah dimungkinkan hanya karena kasih karunia yang dinyatakan melalui Yesus Kristus. “Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya….” (2 Korintus 5:18).
“inisiatif pemulihan hubungan itu datangnya dari Allah sendiri melalui pengorbanan Yesus yang oleh-Nya kita beroleh persekutuan yang karib seperti sediakala.”
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

JADILAH PELAKU FIRMAN MAKA AKAN ADA BERKAT DAN KEBAHAGIAN

“Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.” (Amsal 1:22)

   Renungan hari ini menasehati dan mengingatkan kita supaya menjadi anak-anak Tuhan yang taat. Taat artinya menjadi pelaku firman. Mengapa? Karena ketaatan adalah syarat untuk mengalami berkat Tuhan. Semua orang percaya pasti tahu kebenaran ini, tapi dalam prakteknya kita sulit sekali melakukan apa yang diminta Tuhan. Di sisi lain kita menuntut Tuhan untuk memberkati hidup kita. Pemazmur menyatakan, “Sebab Engkaulah yang memberkati orang benar, ya TUHAN; Engkau memagari dia dengan anugerah-Mu seperti perisai.” (Mazmur 5:13). Salomo pun turut menulis, “Berkat ada di atas kepala orang benar,” (Amsal 10:6). Orang benar adalah orang yang hidup tidak bercela, yang melakukan firman Tuhan dalam hidupnya.
   Untuk menjadi pelaku firman diperlukan tindakan iman yang nyata dalam kehidupan kita, sebab berkat itu sudah disediakan Tuhan, sedangkan bagian kita adalah mengambil berkat tersebut. Maukah kita melangkah untuk mengambil berkat itu atau tidak? Selama kita diam saja da tidak mau melangkah, sampai kapan pun kita tidak akan mendapatkan berkat yang sudah tersedia di depan mata itu. “Melangkah” berarti mau melakukan apa yang diperintahkan Tuhan. Contoh; Alkitab menasehati kita untuk tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah. “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” (Ibrani 10:25), maka kita pun harus setia beribadah kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh, menghargai waktu dan kesempatan yang diberikan Tuhan, sehingga kita pun dapat berkata, “Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik.” (Mazmur 84:11). Firman Tuhan memerintahkan kita untuk, “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.” (Maleakhi 3:10), sudahkah kita setia mengembalikkan persepuluhan?
   Ketika kita melakukan firman Tuhan, selain kita diberkati Tuhan, juga akan disebut sebagai orang berbahagia alaias menikmati kebahagian hidup. “Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya.” (Yakobus 1:25).
"Akulah TUHAN, Allahmu, yang mengajar engkau tentang apa yang memberi faedah, yang menuntun engkau di jalan yang harus kautempuh.” (Yesaya 48:17)
   Alkitab menegaskan bahwa berkat dan kebahagian hanya bisa didapatkan apabila orang mau melakukan firman Tuhan. “Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti,” (Yesaya 48:18). Siap menerima berkat yang Tuhan sediakan? Jadilah pelaku firman, itu saja yang Tuhan inginkan.
   Untuk menjadi pelaku firman dibutuhkan kerendahan hati; hati yang mau dididik, ditegur dan diajar. “Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya.” (Amsal 3:11), sebab “…perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan,” (Amsal 6:23). Ketaatan kepada Tuhan inilah yang akan mendatangkan berkat dari kebahagiaan, baik untuk hidup hari ini maupun untuk hari-hari yang akan dating. Ketaatan adalah standar yang dipakai Tuhan untuk mengukur kehidupan rohani orang percaya. Ukuran Tuhan bukan apa yang terlihat secara kasat mata karena itu takkan menyentuh hati Tuhan. Yang menyentuh hati-Nya adalah ketaatan kita dalam melakukan firman-Nya. Jadi, suka atau tidak suka, kita harus bersedia dan mau mempraktekkan firman Tuhan, “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya.” (Yakobus 1:22-24).
   Melakukan firman Tuhan adalah akses utama menuju berkat Tuhan dan menikmati berkat itu. Kita pasti sanggup asal kita mau dan selalu mengandalkan Roh Kudus. Dialah yang member kemampuan dan kekuatan ekstra menuju kepada ketaatan yang sempurna. Berkat dan kebahagian adalah dampak dari sebuah ketaatan. Ingatlah itu!
“Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.” (Mazmur 16:11)
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

BEJANA TANAH LIAT

“Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami. (2 Korintus 4:7)

   Sebagai manusia kita ini penuh kelemahan, tapi jika kita mengijinkan Tuhan berkarya dalam hidup kita, Ia sanggup mengubah kelemahan kita menjadi kekuatan. Keberadaan kita tidak lebih dari bejana tanah liat yang mudah sekali retak, cacat dan pecah, tapi bila kita benar-benar mempercayakan hidup ini kepada Tuhan Sang Pejunan, Dia akan membentuk kita sesuai dengan kehendak dan renca-Nya.
   Di dalam Alkitab banyak sekali kisah-kisah inspiratif yang membangkitkan iman kita, di mata Tuhan dengan kuasa-Nya yang tak terbatas sanggup memakai orang-orang biasa, tidak sempurna, punya benyak kelemahan dan keterbatasan. Kita ini memang penuh keterbatasan, namun yakinlah bahwa Tuhan yang kita sembah di dalam nama Yesus Kristus memiliki kuasa yang tidak terbatas . dia tidak pernah bisa di atasi oleh keterbatasan kita! Haleluyah. Akuilah dengan jujur kelemahan-kelemahan kita di hadapan Tuhan dan tetaplah mengucap syukur apapun keadaan kita, sebab “….Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28). Dengan kelemahan yang ada kita diajar untuk bergantung kepada Tuhan, melekat kepada-Nya dan tetap punya kerendahan hati. Hal ini mencegah kita untuk mengandalkan kekuatan sendiri dan menjadi sombong. Jangan sampai kita terus terintimidasi iblis yang selalu membesar-besarkan kelemahan kita; sebaliknya, lawanlah itu dengan memperkatakan firman Tuhan.
   Jika kita hanya terpaku pada kelemahan, hal-hal negative atau kegagalan-kegagalan masa lalu, kita tidak akan pernah bisa maju. Milikilah tekad seperti rasul Paulus, “…aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan … (Filipi 3:13). Pandanglah kepada kekuatan dan kebesaran Tuhan, “Sebab Engkau besar dan melakukan keajaiban-keajaiban; Engkau sendiri saja Allah.: (Mazmur 86:10).
“Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu.” (Yohanes 14:12).
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

TUHAN TIDAK MEMANDANG MUKA

“….Allah tidak memandang muka—“ (Galatia 2:6)

    Sesuatu yang bersifat lahiriah adalah apa yang dipandang baik dan menarik di mata manusia. Manusia menilai sesamanya dengan memandang muka, penampilan lahiriah, atau apa yang tampak secara kasat mata. Namun ukuran yang dipakai Tuhan untuk menilai seseorang itu berbeda. Tuhan sama sekali tidak tertarik atau berminat dengan apa yang tampak, sebab “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."” (1 Samuel 16:7b). Tuhan tidak pernah terpesona dengan apa yang kita kerjakan, tapi perhatian Tuhan adalah motivasi di balik segala sesuatu yang kita kerjakan. Motivasi berbicara tentang sikap hati seseorang.
   Mengapa Tuhan lebih memperhatikan hati? “Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu.” (Amsal 27:19). Hati adalah dasar untuk menentukan kualitas pikiran, perkataan dan perbuatan seseorang. Ketika hati kita bersih akan berdampak positif terhadap pikiran, perkataan dan perbuatan kita. “….dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat.” (Matius 15:19). Oleh sebab itu “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.” (Amsal 4:23). Kita bisa saja mengelabui sesama kita dengan penampilan lahiriah kita atau memakai sesuatu yang tampak dari luar untuk menutupi hatinya. Itulah kemunafikan! Namun “…tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab.” (Ibrani 4:13).
   Sikap hati berbicara tentang ketulusan, ketekunan, kesetiaan dan pengorbanan seseorang dalam mengerjakan sesuatu. Mungkin kita dipandang sebelah mata oleh orang lain, bahkan kesetiaan, ketulusan dan pengorbanan kita sepertinya tidak dianggap. Jangan putus asa, tetap lakukan dengan setia apa yang menjadi bagian kita! “Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan?” (Amsal 56:9).
“Tuhan tidak pernah terlelap dan tertidur. Dia memperhatikan pergumulan kita dan melihat hati kita!”
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

PRINSIP ORANG DUNIA : MEMANDANG MUKA

“Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka.” (Yakobus 2:1)

   Ada kalimat bijak yang mengatakan “Don’t judge a book by its cover!” Begitulah kata mereka yang menganggap bahwa isi buku itu jauh lebih penting daripada kulit luarnya. Namun kita pun tidak bias memungkiri bahwa kulit luar buku (cover) juga memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap orang yang melihatnya, sebab sebelum kita mengetahui isi dari sebuah buku, maka cover-lah yang pertama kali menarik minat dan perhatian kita sehingga kita ingin membeli dan memiliki buku tersebut. 
Sudah menjadi sifat manusia bahwa mereka suka menilai sesamanya berdasarkan apa yang terlihat secara kasat mata. Contoh nyata: ketika kita bertemu dengan orang-orang yang baru, misalnya relasi bisnis, kesan pertama yang muncul dalam benak kita adalah penampilan luar orang yang kita temui tersebut. Yang menjadi pusat perhatian kita adalah kerapiannya dalam berpakian, perawakan atau bentuk tubuhnya, kebersihannya, bahkan ketampanan atau kecantikannya, kemudian barulah kita menilai sikap dan kualitas orang tersebut. Jujur kita akui seringkali kita mengomentari orang lain karena penampilan fisiknya. Inilah yang menjadi prinsip orang-orang dunia dalam menilai seseorang, “….manusia melihat apa yang di depan mata,” (1 Samuel 16:7). 
   Itulah sebabnya salon-salon kecantikan, kursus-kursus kepribadian, dan juga pusat-pusat kebugaran diserbu oleh banyak orang. Mereka berlomba-lomba menjaga penampilannya agar tetap menarik, fresh dan semakin percaya diri karena hal itu adalah nilai plus di mata dunia. Mulai dari cara berpakaian saja orang sudah memikirkannya begitu rupa; pakaian yang mereka kenakan bukan sekedar tampak bersih dan rapi, tapi mereka berpikir bagaimana agar seluruh tatanan luar yang mereka tampilkan itu bersinergi, berkesesuaian dan berpadu indah, sebab pakian yang kita kenakan acapkali memiliki efek langsung pada penilaian orang lain terhadap kita; dan demi menjaga penampilan luarnya pula seseorang tidak segan-segan mengeluarkan banyak uang untuk pergi ke salon melakukan perawatan tubuh, wajah, rambut dan sebagainya.
   Menjaga penampilan luar itu sah-sah saja, baik dan berguna bagi tubuh jasmani kita, tapi jangan sampai hal itu menjadi focus utama kita! 
“Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran.” (Yakobus 2:9). 
   Dunia di mana kita hidup adalah dunia yang memiliki kecenderungan untuk menilai seseorang dengan memandang muka, warna kulit atau melihat fisik, padahal Alkitab menyatakan: “Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia,” (Amsal 31:30), dan “"Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi,” (1 Samuel 16:7). Bukan hanya itu, dunia seringkali menilai seseorang dari status sosialnya, pangkat dan harta kekayaan yang dimilikinya, sehingga “Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya.” (Amsal 19:4). Perihal penampilan luar seseorang, seorang filsuf pernah mengatakan “Penampilan fisik hanyalah sekilas dari apa yang sebenarnya tidak terlihat.”
   Menilai dan membedakan orang lain dengan memandang muka, warna kulit dan status social ternyata bukan hanya dilakukan oleh orang-orang di zaman sekarang ini, tapi orang Kristen di era Yakobus pun melakukan hal yang sama. Mereka memperlakukan orang-orang yang kaya secara khusus dan istimewa, sebaliknya mereka memandang rendah dan hina jemaat yang miskin. Ini dipandang Yakobus sebagai tindakan jahat: “bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?” (Yakobus 2:4), padahal Tuhan sendiri tidak pernah membeda-bedakan umat-Nya. Di hadapan Tuhan semua manusia sama dan sederajat. “Siapa mengolok-olok orang miskin menghina Penciptanya;” (Amsal 17:5), artinya siapa bertindak semena-mena terhadap orang miskin berarti melakukan tindakan bertentangan dengan firman Tuhan, sebab Tuhan justru mengasihi dan memperhatikan orang-orang yang dipandang lemah, hina dan miskin di pemandangan manusia.
   Banyak orang Kristen; jemaat biasa, bahkan pendeta atau gembala sidang yang memperlakukan saudara seiman dengan memandang muka. Yang kaya dan berpangkat begitu dihormati dan diperlakukan secara khusus di gereja, sehingga banyak orang menjadi kecewa.
“Jika kita memandang muka berarti kita tidak hidup dalam kasih, padahal dasar hidup Kristiani adalah kasih!”
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

KITA ISTIMEWA DI MATA TUHAN

“Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.” (Roma 8:30b)

   Saat hendak mengangkat dan meninggikan seseorang Tuhan tidak pernah melihat berdasarkan latar belakang pendidikan, rupa, status social, jabatan, tingkat kecerdasan, suku bangsa dan bahasa, namun semata-mata karena anugerah yang disediakan bagi siapa saja yang percaya kepada-Nya. Ada tertulis “Aku akan memberi kasih karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang Kukasihani." (Keluaran 33:19). Namun banyak orang Kristen yang tidak menyadari betapa besar anugerah yang disediakan Tuhan bagi hidup mereka.
   Seseorang yang sudah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi hidup di dalam kasih karunia Tuhan. Namun ada hal-hal yang patut diperhatikan supaya kita masuk dalam rencana-Nya yang sempurna yaitu menjadi orang-orang yang dimuliakan-Nya. Percaya kepada Yesus, percaya Injil, bertobat dan lahir baru adalah tahap dasar bagi kita untuk mengalami anugerah dan berada di posisi yang Tuhan tentukan. Tetapi hal itu tidaklah cukup, kita pun harus melangkah kepada kehidupan yang makin hari semakin berkenan kepada Tuhan, sehingga mata Tuhan dan hati-Nya terarah kepada kita. Inilah yang akan membawa kita kepada posisi yang semakin dimuliakan, seperti yang terjadi dalam diri Daud. “Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku.” (Kisah Para Rasul 13:22). Grafik kehidupan Daud semakin hari semakin naik, bukan turun.
   Di dalam Alkitab di katakan “….kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:” (1 Petrus 2:9). Inilah posisi orang percaya di hadapan Tuhan, sungguh sangat istimewa! Namun di balik itu ada tanggung jawab besar di pundak kita yaitu harus memberitakan perbuatan-perbuatan Tuhan yang heran dan ajaib itu kepada bagsa-bangsa. Jadi kita harus melangkah menjadi saksi-saksi-Nya di tengah dunia ini.
“Saat dimuliakan Tuhan inilah kita sanggup melakukan perkara-perkara yang jauh lebih besar “Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa;” (Yohanes 14:12).

Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

ADA PEMELIHARAAN DAN PENGAWASAN

suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu: mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun.” (Ulangan 11:12)

   Meski jalan di mana Tuhan hendak menuntun kita tidaklah selalu rata, namun ada kebenaran yang harus selalu kita pegang yaitu ada pemeliharaan Tuhan. Dikatakan, “….mendapat air sebanyak hujan yang turun dari langit; suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu:” (Ulangan 11:11-12). Jika burung-burung di udara yang tidak menabur saja dipelihara oleh Bapa di sorga, begitu juga dengan bunga bakung dan rumput di ladang, apalagi kita umat-Nya pasti dipelihara Tuhan dengan sempurna, bahkan Alkitab mencatat: “….rambut kepalamupun terhitung semuanya. Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.” (Matius 10:30-31). Inilah bukti bahwa Tuhan sangat mengasihi dan memperdulikan kita. Bukan hanya itu, “….mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun.” (Ulangan 11:12), artinya kita senantiasa berada dalam pengawasan-Nya. Ia menjadi benteng perlindungan kita. “TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?” (Mazmur 118:6).
   Sekecil atau sebesar apa pun masalah dan pergumulan kita, Tuhan selalu ada dan melihat. Waktu kita bertekun dan berjerih lelah untuk pekerjaan-Nya Tuhan pun tidak pernah menutup mata, meski manusia seringkali mengabaikan dan meremehkan apa yang kita perbuat. Ketika bangsa Israel mengalami tekanan dan penderitaan yang hebat di Mesir, Tuhan memperhatikan, “Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka.” (Keluaran 3:9). Begitu pula ketika Sadrakh, Mesakh dan Abednego menghadapi dapur api yang panasnya tujuh kali lipat dari biasanya, Tuhan tidak tinggal diam, dan akhirnya kita melihat bahwa “Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,” (Pengkhotbah 3:11).
   Sekarang kita dihadapkan pada dua pilihan hidup: taat dan mengasihi Tuhan atau hidup menurut kehendak sendiri (tidak taat). Jika kita taat melakukan kehendak Tuhan kita akan mengalami pemeliharaan dan pengawasan Tuhan, sebaliknya jika kita tidak taat kita tidak akan merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup ini.
“Ketaatanlah yang akan menghantarkan seseorang mencapai Tanah Perjanjian!”

Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.