Halaman

Jumat, 27 September 2013

BEBAS DARI KETAKUTAN



“Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.” (2 Timotius 1:7)

Apakah pendapat Anda jika saya memberitahukan Anda bahwa Anda dapat hidup tanpa ketakutan? Maukah Anda percaya jika saya berkata bahwa betapa pun buruknya berita yang Anda saksikan ditayangkan hari ini, Anda dapat merasakan ketentraman yang sempurna? Mustahilkah itu? Tidak nyatakah itu? Tidak.
Ketahuilah bahwa ketakutan bukanlah hanya reaksi terhadap keadaan-keadaan lahiriah. Itu merupakan suatu kekuatan rohani. Itu dimulai dari dalam diri seseorang. Dan itu bersifat merusak. Malah sebenarnya, ketakutan adalah senjata utama dari iblis. Dia menyelinap masuk sebagai tanggapan atas ketakutan, seperti halnya Tuhan menyusup ke dalam sebagai tanggapan atas iman. Dia menantang janji-janji Tuhan dengan itu.
Contoh yang baik tentang hal ini terdapat dalam Matius 14 ketika Yesus mengundang Petrus datang kepada-Nya dengan berjalan diatas air. Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: "Tuhan, tolonglah aku!" (Matius 14:30).
Apakah yang menyanggupkan Petrus untuk berjalan di atas air? Imannya kepada firman Yesus. Apakah yang menyebabkan Petrus tenggelam? Dia merasa angin bertiup lalu dia menjadi takut. Bukanlah angin yang mengalahkannya, melainkan ketakutan terhadap angin! Dia memandang pada keadaan sekitar dirinya, menyerah pada ketakutan dan akibatnya kekalahan. Jika Petrus memusatkan perhatiannya kepada Yesus, imannya takkan guncang. Semua deru dan tiupan angin di dunia takkan menyimpangkan dia dari jalurnya.
Iman dikembangkan oleh renungan atas firman Tuhan. Katakutan dikembangkan oleh renungan atas dusta-dusta iblis. Renungan yang mendatangkan ketakutan itu disebut kecemasan. Janganlah melakukannya!
Firman Tuhanialah pedang Roh. Gunakanlah itu untuk melawan iblis setiap kali dia datang untuk menyerang Anda. Angkatlah perisai iman Anda dan padamkanlah semua anak panahnya yang berapi. Ucapkanlah kata-kata iman maka ketakutan akan lenyap. Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

ASAM GARAM



“haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” (Ulangan 6:7)

 Orangtua sering barkata kepada anak-anaknya bahwa dirinya telah banyak makan asam garam kehidupan. Artinya mereka sedang meyakinkan bahwa pengalaman anak-anaknya. Ditilik dari usia memang orangtua lebih banyak pengalamannya. Namun apakah hal itu hanya dikatakan ketika digunakan untuk melarang atau menasehati anak untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan orangtua ataukah pengalaman yang banyk dimiliki orangtua hanya untuk disimpan tanpa mau menceritakannya kepada anak cucu?
Tuhan ingin kita sebagai orangtua dapat mengajarkan kasih Allah kepada anak-anak kita sehingga mereka memilik pegangan yang pasti ketika mereka dalam masalah. Orang Israel diajar Tuhan cara mempersiapkan generasi penerus. Mereka harus membekali pewaris kehidupan itu dengan intensitas yang tinggi. Ini penting karena dalam diri anak sedang terjadi proses penanaman sekaligus perlombaan berebut pengaruh antara nilai-nilai yang berasal dari kebenaran firman Tuhan dengan nilai yang berasal dari iblis.
Oleh sebab itu, setiap orangtua harus menyadari bahwa prinsip utamanya adalah firman Tuhan. Inilah yang seharusnya mengisi dan mewarnai pola pikir dan pengalaman batin. Jika proses penanaman nilai terjadi akan terlihat ada proses belajar pada diri anak. Ketika anak-anak menceritakan masalahnya, orangtua akan mendengar seraya mendiskusikan jalan keluar yang akan dipilihnya. Orangtua yang telah makan asam garam kehidupan yang diterangi kasih Allah akan jadi sahabat bagi anak-anak untuk mengatasi tantangan kehidupan ini.
Sekarang ini bagaimanakah keadaan keluarga Anda? Apakah ada anak-anak yang sedang bermasalah yang belum juga menemukan jalan keluar? Tugas kita sebagai orangtua adalah selalu mengingatkan anak-anak untuk melibatkan Tuhan dalam masalah-masalah yang mereka hadapi. Dengan cara menceritakan pengalaman kita bersama Tuhan dalam menyelesaikan masalah, niscaya mereka pun akan melakukan hal yang sama.
Ceritakan pengalaman Anda bersama Tuhan dan lihatlah betapa Dia juga menolong buah cinta kita! Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

GOYAH SAAT MENANTI



“Berkatalah Sarai kepada Abram: "Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak." Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai.” (Kejadian 16:2)

Menanti bukanlah kegiatan menyenangkan bagi kebanyakan orang. Ketika seseorang menanti, ia menghadapi ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi. Apalagi kalau masa penantian itu begitu lama. Tidaklah mengherankan jika ada orang yang akhirnya menyerah dan mengambil jalan pintas.
Ini pula yang terjadi pada Abram dan Sarai dalam bacaan nats hari ini. Kisah ini terjadi sekitar sebelas tahun setelah Tuhan berjanji bahwa Abraham akan menjadi bapak bangsa yang besar. Kita tentu setuju bahwa sebelas tahun adalah periode waktu yang sangat panjang bagi siapa pun yang sedang menanti, apalagi Abram dan Sarai yang sudah sangat tua.
Tak heran kalau kemudian, di tengah kegundahan menantikan pemenuhan janji ini , Abram dan Sarai goyah. Akibatnya mereka mengambil jalan pintas untuk “membantu” Allah memenuhi janji-Nya, dan akhirnya lahirlah Ismael dari Hagar. Tetapi, kita tahu bahwa usaha mereka ini kemudian justru mendatangkan banyak masalah bagi mereka sendiri, bagi Hagar, dan bagi keturunan mereka.
Apakah saat ini Anda sedang menantikan pemenuhan janji Tuhan atau jawaban dari-Nya? Mungkin itu soal buah hati, soal jodoh, soal karier, dsb? Jangan menyerah! Tetapi, jangan pula mengambil jalan pintas melalui cara yang tidak kudus, seperti menggunakan bantuan ilmu klenik. Sebaliknya, pakailah waktu menanti ini mempersiapkan diri sebaik mungkin sehingga ketika akhirnya Tuhan menjawab penantian tersebut. Anda siap menyambutnya dengan penuh rasa syukur.
Tuhan sanggup untuk memenuhi janji-Nya; kita tidak perlu repot-repot membantu-Nya. Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

MEMAKNAI PERSOALAN



“TUHAN mendengarnya bangkitlah murka-Nya, kemudian menyalalah api TUHAN di antara mereka dan merajalela” (Bilangan 11:1)

Rick Van Beek benar-benar sedih saat mengetahui Madison, putrinya yang baru lahir, menderita kelumpuhan otak. Karena penyakit tersebut Madison hanya bisa terbaring tidak berdaya. Meski demikian Rick mau supaya putrinya bisa menikmati keindahan dunia ini. Kemudian ia membawa putrinya kemanapun, termasuk saat mengikuti lomba renang, ia meletakkan Madison di sebuah perahu karet yang aman dan nyaman, lalu menjalani pertandingan sambil membawa perahu tersebut. Rick juga tak keberatan berlari sambil mendorong kereta tempat Madison selalu duduk.
Banyak orang memuji Rick sebagai ayah teladan, tetapi Rick justru menolak disebut demikian. Sebab sebenarnya ia tidak akan menjadi seperti sekarang ini andai Madison tidak dilahirkan dalam kondisi sakit. Karena kondisi, Madison ia berhenti dari cara hidup lamanya yang buruk. Ia tidak lagi menjadi perokok berat, mulai rajin berolahraga, dan menjalani pola hidup sehat. Bagi keluarga ini, ada hikmah di balik masalah.
Seperti kisah di atas di sepanjang masa pengembaraan di padang gurun, bangsa Israel berulang kali harus menghadapi persoalan. Nyaris setiap kali mengalaminya mereka bersungut-sungut kepada Tuhan. Sayangnya mereka gagal memaknai setiap persoalan yang terjadi dengan baik. Akibatnya, mereka hanya memandang persoalan sebagai nasib buruk. Padahal jika direnungkan baik-baik ada banyak pelajaran berharga yang bisa diambil dari tiap persoalan.
Hal yang lebih penting untuk diperhatikan adalah, melalui setiap persoalan itulah karakter  diubah oleh Tuhan. Bila dulu karakter mereka adalah karakter budak, persoalan-persoalan di padang gurun membuat mereka memiliki karakter sebagai bangsa merdeka yang layak hidup di Tanah Perjanjian.
Marilah kita merenungkan kembali pelajaran dan tujuan Tuhan di balik setiap persoalan hidup yang telah, sedang maupun akan terjadi. Sadarlah, bersungut-sungut hanya akan membuat hati dan pikiran kita bertambah kalut.
Persoalan membuat kita makin bijak dan dewasa dalam menyikapi hidup. Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

ORANGTUA YANG BERBAHAGIA


          
“Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran.” (3 Yohanes 1:4)

Mari kita simak pembicaraan dua sahabat yang telah lama tidak pernah bertemu. Yang pertama bernama si Poltak dan sahabatnya, Maruli. Sambil bersantai menikmati makanan kecil di sebuah kedai kopi, mereka duduk berbincang tentang masa lalu dan keluarga masing-masing. Poltak bercerita bahwa ia kini menjadi supir taksi, sementara kedua anaknya sudah memiliki pekerjaan tetap. Anak pertama bekerja sebagai supir pribadi, sedangkan anaknya yang kedua bekerja sebagai SPG di sebuah toko pakaian di Mall. “sekalipun penghasilan yang diperoleh oleh anak-anak tiap bulan tidak besar, dan karena itu mereka kerap tidak bisa memberi orangtuanya jatah bulanan, tetapi itu bukan masalah. Bagi saya dan istri, melihat mereka bisa tumbuh besar dan hidup lurus di tengah dunia yang bengkok sudah merupakan kebahagian yang luar biasa,” ujarnya.
Apa yang diharapkan orangtua dari anak-anaknya? Bila kita berpikir bahwa menjadi orang yang pintar, kaya, terpandang, dan memiliki kekayaan berlimpah merupakan cara terbaik membahagiakan orangtua, itu memang ada benarnya. Sebab, bagaimanapun tidak ada orangtua yang ingin anak-anaknya hidup susah terutama seperti orang batak yang punya falsafah, “anakko ku do hamoraon di ahu”. Namun jika ternyata kita tidak memiliki kehidupan seperti itu, apakah artinya kita tidak dapat membahagiakan orangtua? Tentu saja tidak.
Sesungguhnya kebahagian terbesar orangtua adalah saat mendapati anak-anaknya bisa hidup dengan benar sehingga mampu menjaga nama baik keluarga. Hal yang sama juga diutarakan Yohanes dalam suratnya kepada orang-orang percaya. Sebagai bapak rohani, sukacita terbesarnya adalah saat mendapati anak-anak rohaninya tetap hidup benar sesuai tuntunan firman Tuhan. Perkataan Yohanes ini sekaligus merupakan pujian kepada orang-orang percaya yang telah menjaga iman ditengah berbagai tantangan kesesatan zaman. Sebab dengan menjalani kehidupan seperti itu, orang-orang percaya tidak hanya menjaga dirinya dari berbagai cobaan. Melainkan juga karena perkenanan Tuhan atas dirinya.
Saudara-saudaraku terkasih, membahagiakan orangtua adalah panggilan. Apakah kita telah menjadi anak yang mampu membahagiakan mereka? Bukan hanya orangtua di dunia, tetapi juga orangtua kita di surga, Bapa di surga.
Anak yang berbakti adalah anak yang sedang membahagiakan orangtua dan dirinya sendiri. Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.