Halaman

Jumat, 31 Januari 2014

SALING MENGASIHI – SEDERHANA SEKALI!



“....kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." ( Yohanes 13:35)

Dalam buku biografi Andrew Jackson, ketika sebelum ia menjadi Presiden Amerika serikat, ia adalah seorang Jendral pasukan Tennessee Militia. Pada masa  Perang 1812 pasukannya saling berkelahi dan bertengkar, jadi ia memanggil mereka dan berkata, “Tuan-tuan, ingat bahwa musuh kita di sebelah sana!” kita sebaiknya mengingat itu. Mudah untuk mengasihi Allah karena semua yang Ia telah perbuat bagi kita; namun lebih susah mengasihi orang yang hidup bersama kita. Seorang pengajar Alkitab pernah mengatakan, “Jika ada sesuatu yang membuat saya menjauh dari Kristus jika saya terhilang adalah....sikap orang Kristen terhadap satu sama lain....Ketika saya kecil dan sebuah perdebatan terjadi....ayah saya sering berkata, “Kita mungkin punya beberapa perbedaan namun ingat, kita adalah keluarga. Jika adik atau kakakmu membutuhkanmu.....perhatikan mereka....kasihi mereka....dan satukan mereka.”
Semua yang  perlu kita ketahui dapat ditemukan di dalam kedua ayat ini, “dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” (Filipi 2:2-3). Dengan kata lain, pikiran orang lain...jangan egois. Kedengarannya seperti perkataan anak kecil, namun berapa banyak permasalahan orang dewasa yang dapat diselesaikan jika tadi adalah kekuatan utama dalam hubungan kita?
Berapa banyak pasangan menikah dapat berdamai dalam perbedaan mereka? Yesus berkata, “Orang akan tahu....bahwa kamu adalah pengikut-Ku jika kamu saling mengasihi.” Yesus mengatakan itu sebelum Ia naik ke sorga, Ia masih mendoakan kita agar “.....supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu:” (Yohanes 17:22).
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati

SEPERTI BEJANA



"Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!” (Yeremia 18:6)

Kebebasan merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia. Terkadang kebebasan dimaknai sebagai perilaku seenaknya. Lahirlah semangat kebebasan nilai dan individualisme dalam diri kita. Padahal, kebebasan melahirkan tanggung jawab yang mengandalkan adanya hak dan kewajiban manusia itu sendiri. selama ini manusia selalu menuntut hak, tanpa mengimbanginya dengan kewajiban yang harus dijalaninya pula. Manusia dalam pandangan tertentu didefinisikan berdasarkan hubungannya dengan Tuhan. Berdasarkan pemikiran ini, manusia dipahami dari segi kewajiban dan haknya. Begitu pula dalam hubungan Allah sebagai pembuat bejana dan manusia sebagai bejana.
Dalam beberapa bagian Alkitab, perbandingan dengan tukang periuk menunjukkan bahwa Allah adalah Tuan yang punya otoritas mutlak untuk mengatur kehidupan kita menurut kehendak-Nya. Namun di sisi lain, kita juga di beri kebebasan untuk membentuk dirinya. Namun dalam kebebasan kita, jika kita berdosa di hadapan-Nya, maka Allah masih memberi kita pengampunan dan Allah akan bertindak sesuai dengan keadaan kita. Allah menciptakan kita dan membentuk kita terus-menerus sambil setiap hari memperbaharui hubungan-Nya dengan kita. Kita diberi kebebasan dalam menentukan kelak akan menjadi apa, tetapi Allah tidak mau karya-Nya menjadi karya yang buruk. Oleh karena itu, dalam kebebasan yang Dia berikan, kita masih diarahkan dengan tangan-Nya agar mampu menjadi bajana yang indah sturut kehendak-Nya. Allah berkehendak agar hidup kita menjadi bejana yang indah dan berguna bagi sesama.
Dalam pekerjaan kita, mungkin kita merasa belum puas dengan apa yang ada saat ini. Kita merasa dibentuk Tuhan jauh dari sempurna dan berusaha membentuk diri kita sendiri. maukah kita menyakini bahwa siapa pun dan apa pun pekerjaan kita adalah sebuah proses yang dilakukan Allah untuk membuat kita menjadi lebih indah? Baiklah kita berkarya juga dan membentuk diri kita sesuai kebebasan yang Dia berikan, sambil menjaga hidup kita dari hal-hal yang tidak berkenan di hadapan Allah. Mari berikan karya yang terbaik di tengah keterbatasan kita sebagai “bejana” izinkanlah Allah membentuk kita seturut kehendak-Nya.
“Dalam kebebasan, Dia masih berkuasa membentuk kita”
Amin.
Tuhan Yesus memberkati

HARGA MATI



"Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." (Matius 19:21)

Kepada orang muda kaya yang bermaksud memiliki hidup kekal (hidup yang berkualitas tinggi). Tuhan Yesus menetapkan harga mati yang tidak boleh dikurangi. Agar bisa sempurna atau dikenan-Nya, Tuhan memintanya meninggalkan semua harta miliknya dan menggantinya dengan mengikut Yesus.
Orang muda kaya tersebut rupanya tidak bersedia memenuhi apa yang dikehendaki Tuhan. Matius mencatat bahwa ia pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya. Apakah Yesus lalu berpikir, “Sayang, orang itu jangan sampai pergi” lantas memanggilnya untuk berbalik kembali kepada-Nya, dan bersedia mengurangi “harganya?” Tidak, Yesus tidak berkenan kepadanya. Ia membiarkan orang muda itu pergi untuk binasa. Di sini tampak jelas bahwa Tuhan tidak mau berkompromi dengan manusia yang tidak bersedia tunduk kepada-Nya secara mutlak.
“Perkenanan Bapa adalah standar hidup yang dimiliki setiap anak Tuhan; tidak bisa dikurangi.” Bapa bukan pedagang yang mau tawar-menawar dengan pembeli demi barangnya laku atau terbeli. Ia sudah menetapkan harga, dan Ia tidak menginginkannya ditawar sama sekali. Manusia mau “membelinya”, silahkan; kalau tidak mau, ya silahkan.
Harga mati ini berarti standar “dikenan Bapa” yang ditetapkan Tuhan adalah mutlak dan permanen. Dalam hal ini, Tuhan belum tentu menerima orang yang merasa dirinya baik, atau bahkan dinilai baik oleh semua orang, sebab kebaikan di mata diri sendiri dan orang lain bukanlah harga yang diterima Bapa. Jadi jangan sekali-kali merasa sudah dikenan Bapa karena merasa diri sendirri sebagai orang baik atau dinilai sebagai orang baik oleh manusia lain. Itu subjektivitas manusia belaka. Kebaikan harus dipandang dari mata Bapa, yaitu dengan melakukan kehendak-Nya.
Oleh sebab itu kita harus sungguh-sungguh berusaha setiap hari untuk memiliki kehidupan yang dikenan-Nya. Usaha itu tidak boleh setengah-setengah atau asal-asalan, tetapi harus dengan segenap hati, jiwa, ketaatan dan seluruh akal budi kita. Tanpa didasari segenap kehidupan kita, kita tidak mungkin sampai kepada target yang dikehendaki Bapa. Kalau ini dapat diraih orang dengan mudah, sebab seperti tertulis di Alkitab, “Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." (Matius 22:14). Kesediaan berusaha untuk meraih target ini merupakan respons yang benar terhadap keselamatan yang disediakan Tuhan bagi kita; jika kita tidak bersedia, berarti kita menyia-nyiakan keselamatan itu “bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu,” (Ibrani 2:3).
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati

ABRAHAM DIPANGGIL MENJADI BERKAT



“Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.” (Kejadian 12:2)

Panggilan Tuhan atas Abraham dapat menjadi contoh panggilan Tuhan atas kehidupan orang percaya. Sebagaimana Tuhan berjanji untuk memberkati Abraham, Dia juga akan memberkati kita. Tujuan Tuhan memberkati kita adalah supaya kita dapat menjadi berkat bagi orang lain. “Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan.” (2 Korintus 9:8).
Panggilan terhadap Abraham merupakan langkah awal yang dikerjakan Tuhan untuk menggenapi maksud dan rencana-Nya menyelamatkan umat-Nya. Dari Abraham inilah Tuhan mehendaki munculnya suatu keluarga yang taat dan hidup yang benar di hadapan-Nya, suatu bangsa pilihan yang memiliki kehidupan yang “berbeda” dari bangsa-bangsa lain di dunia ini. “Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikan-Nya kepadanya." (Kejadian 18:19). Melalui garis keturunan Abraham pula hadirlah Yesus Kristus, Sang Juruselamat manusia.
Adapun panggilan Tuhan terhadap Abraham ini tidak hanya terdiri atas berbagai janji berkat, tetapi juga terdiri atas tugas dan kewajiban. Tuhan menghendaki Abraham hidup taat, berjalan menurut jalan-jalan-Nya agar ia memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepadanya. Ketika Tuhan berjanji bahwa ia akan menjadi bangsa yang besar, sekalipun realisasi dari janji-janji tersebut nampak mustahil secara akal manusia, Abraham tetap percaya. “TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya." Maka firman-Nya kepadanya: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (kejadian 15:5-6). Janji Tuhan pun digenapinya bahkan berkat_nya bukan hanya berlaku bagi keturunan Abraham secara lahiriah saja, namun juga bagi semua orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
“Abram mendapat kambing domba, lembu sapi, keledai jantan, budak laki-laki dan perempuan, keledai betina dan unta.” (Kejadian 12:16).
Ketika mengadakan perjanjian dengan Abraham Tuhan memberikan janji-janji kepadanya: menjadikan bangsa yang besar, memberkati dan menjadi berkat. untuk menerima kepenuhan janji Tuhan ini yang diperlukan bukan hanya iman, tapi Abraham dituntut untuk hidup dalam ketaatan dan menyenangkan hati-Nya. Abraham menanggapi janji Tuhan itu dengan iman, percaya dan juga ketaatan. Itulah sebabnya Abraham dibenarkan oleh Tuhan. Ini menunjukkan bahwa Tuhan memiliki rencana di balik perjanjian berkat-Nya dengan Abraham seperti tertulis: “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yeremia 29:11).
Setiap kita pasti rindu diberkati Tuhan, bukan? Supaya berkat Tuhan itu digenapi dalam hidup kita, kita harus mengerti terlebih dahulu apa yang menjadi kehendak dan rencana Tuhan memberkati kita. Tanpa memiliki pengertian yang benar akan hal ini bisa-bisa berkat yang kita terima tersebut malah akan membuat kita jatuh dalam dosa dan semakin jauh dari Tuhan. Sebesar apa kerinduan kita untuk menjadi berkat bagi orang lain, sebesar itu pula berkat yang akan Tuhan percayakan kepada kita. Jadi Tuhan akan memberkati kita jika kita benar-benar telah siap untuk menjadi berkat. “Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan,” (Amsal 11:25). Berkat Tuhan juga tidak pernah terpengaruh oleh situasi dan keadaan yang terjadi di sekeliling hidup kita. Mungkin saat ini dunia sedang dilanda krisis di segala bidang kehidupan dunia, namun satu hal yang harus kita tanamkan dalam hati adalah bahwa tidak ada krisis yang terlalu besar yang tidak bisa dikendalikan oleh Tuhan, tidak ada badai kehidupan yang tidak dapat diredakan-nya.
Seberat apa pun krisis dan masalah yang menerpa hari-hari kita, Tuhan pasti lebih dari sanggup untuk memberkati kita. Sekali Tuhan berjanji, Dia pasti akan menggenapi janji-Nya itu tepat pada waktunya. “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:19).
“Di tengah bencana kelaparan yang hebat Abraham justru mengalami kelimpahan!”
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

Selasa, 28 Januari 2014

BISA BERUBAH



“Maka berteriaklah mereka: "Enyahkan Dia! Enyahkan Dia! Salibkan Dia!" Kata Pilatus kepada mereka: "Haruskah aku menyalibkan rajamu?" Jawab imam-imam kepala: "Kami tidak mempunyai raja selain dari pada Kaisar!" (Yohanes 19:15)

Dalamnya lautan bisa diukur, tapi dalamnya hati siapa yang bisa menduganya? Itulah ungkapan yang mengungkapkan setiap orang punya misteri dalam dirinya. Tindakannya di depan orang lain senantiasa punya maksud. Ungkapan ini gambaran sikap manusia yang bisa berubah setiap saat. Contohnya pada pertengahan tahun lalu ada sebuah SMS dikirim ke salah satu media massa lokal. Isinya, “Sebentar kita memuji-muji seseorang, sebentar kemudian kita menghujatnya. Sebentar menghujat, sebentar mendukungnya.”
Itulah sifat manusia. Tidak bisa diandalkan karena bisa berubah setiap saat. Sebentar bicara A, semenit kemudian bisa bicara B. Hal yang sama juga dilakukan bangsa Israel yang ada di Yerusalem. Ketika kebutuhan dan keinginan mereka terpenuhi, mereka menyanjung setinggi langit kedatangan Tuhan Yesus ke tengah-tengah mereka. Semua orang di sana melontarkan pujian bagi Tuhan Yesus, bahkan mereka mengalasi jalan yang akan dilalui-Nya dengan pakaian mereka “Mereka membawa keledai itu kepada Yesus, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan menolong Yesus naik ke atasnya. Dan sementara Yesus mengendarai keledai itu mereka menghamparkan pakaiannya di jalan. Ketika Ia dekat Yerusalem, di tempat jalan menurun dari Bukit Zaitun, mulailah semua murid yang mengiringi Dia bergembira dan memuji Allah dengan suara nyaring oleh karena segala mujizat yang telah mereka lihat. Kata mereka: "Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di sorga dan kemuliaan di tempat yang mahatinggi!" (Lukas 19:35-38). Namun tiga setengah tahun kemudian mereka kompak menuntut kematian Yesus. Mereka lebih memilih Barabas ketimbang Yesus.
Ketika kita populer, banyak yang datang mendekat pada kita dan menyanjung meski tidak semuanya tulus. Banyak orang menyanjung untuk menutupi apa yang ada di benak mereka. Iri hati, harapan untuk dipromosiin dan sejuta rahasia lainnya. Mari, kita sikapi dengan bijak dukungan yang mengalir pada kita. Usahakan agar hati kita tidak menjadi over pede dan sombong. Demikian pula, kalau kita saat ini dijatuhkan orang yang semula mendukung kita. Seharusnya kita tidak terkejut lagi karena orang Israel dahulu juga berkhianat pada Yesus. Namun, Tuhan Yesus sudah memberikan teladan untuk mengampuni mereka. Dia memilih jalan untuk setia. Jadi, mari kita meneladani-Nya!
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.