Halaman

Kamis, 13 Agustus 2015

PRINSIP ORANG DUNIA : MEMANDANG MUKA

“Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka.” (Yakobus 2:1)

   Ada kalimat bijak yang mengatakan “Don’t judge a book by its cover!” Begitulah kata mereka yang menganggap bahwa isi buku itu jauh lebih penting daripada kulit luarnya. Namun kita pun tidak bias memungkiri bahwa kulit luar buku (cover) juga memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap orang yang melihatnya, sebab sebelum kita mengetahui isi dari sebuah buku, maka cover-lah yang pertama kali menarik minat dan perhatian kita sehingga kita ingin membeli dan memiliki buku tersebut. 
Sudah menjadi sifat manusia bahwa mereka suka menilai sesamanya berdasarkan apa yang terlihat secara kasat mata. Contoh nyata: ketika kita bertemu dengan orang-orang yang baru, misalnya relasi bisnis, kesan pertama yang muncul dalam benak kita adalah penampilan luar orang yang kita temui tersebut. Yang menjadi pusat perhatian kita adalah kerapiannya dalam berpakian, perawakan atau bentuk tubuhnya, kebersihannya, bahkan ketampanan atau kecantikannya, kemudian barulah kita menilai sikap dan kualitas orang tersebut. Jujur kita akui seringkali kita mengomentari orang lain karena penampilan fisiknya. Inilah yang menjadi prinsip orang-orang dunia dalam menilai seseorang, “….manusia melihat apa yang di depan mata,” (1 Samuel 16:7). 
   Itulah sebabnya salon-salon kecantikan, kursus-kursus kepribadian, dan juga pusat-pusat kebugaran diserbu oleh banyak orang. Mereka berlomba-lomba menjaga penampilannya agar tetap menarik, fresh dan semakin percaya diri karena hal itu adalah nilai plus di mata dunia. Mulai dari cara berpakaian saja orang sudah memikirkannya begitu rupa; pakaian yang mereka kenakan bukan sekedar tampak bersih dan rapi, tapi mereka berpikir bagaimana agar seluruh tatanan luar yang mereka tampilkan itu bersinergi, berkesesuaian dan berpadu indah, sebab pakian yang kita kenakan acapkali memiliki efek langsung pada penilaian orang lain terhadap kita; dan demi menjaga penampilan luarnya pula seseorang tidak segan-segan mengeluarkan banyak uang untuk pergi ke salon melakukan perawatan tubuh, wajah, rambut dan sebagainya.
   Menjaga penampilan luar itu sah-sah saja, baik dan berguna bagi tubuh jasmani kita, tapi jangan sampai hal itu menjadi focus utama kita! 
“Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran.” (Yakobus 2:9). 
   Dunia di mana kita hidup adalah dunia yang memiliki kecenderungan untuk menilai seseorang dengan memandang muka, warna kulit atau melihat fisik, padahal Alkitab menyatakan: “Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia,” (Amsal 31:30), dan “"Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi,” (1 Samuel 16:7). Bukan hanya itu, dunia seringkali menilai seseorang dari status sosialnya, pangkat dan harta kekayaan yang dimilikinya, sehingga “Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya.” (Amsal 19:4). Perihal penampilan luar seseorang, seorang filsuf pernah mengatakan “Penampilan fisik hanyalah sekilas dari apa yang sebenarnya tidak terlihat.”
   Menilai dan membedakan orang lain dengan memandang muka, warna kulit dan status social ternyata bukan hanya dilakukan oleh orang-orang di zaman sekarang ini, tapi orang Kristen di era Yakobus pun melakukan hal yang sama. Mereka memperlakukan orang-orang yang kaya secara khusus dan istimewa, sebaliknya mereka memandang rendah dan hina jemaat yang miskin. Ini dipandang Yakobus sebagai tindakan jahat: “bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?” (Yakobus 2:4), padahal Tuhan sendiri tidak pernah membeda-bedakan umat-Nya. Di hadapan Tuhan semua manusia sama dan sederajat. “Siapa mengolok-olok orang miskin menghina Penciptanya;” (Amsal 17:5), artinya siapa bertindak semena-mena terhadap orang miskin berarti melakukan tindakan bertentangan dengan firman Tuhan, sebab Tuhan justru mengasihi dan memperhatikan orang-orang yang dipandang lemah, hina dan miskin di pemandangan manusia.
   Banyak orang Kristen; jemaat biasa, bahkan pendeta atau gembala sidang yang memperlakukan saudara seiman dengan memandang muka. Yang kaya dan berpangkat begitu dihormati dan diperlakukan secara khusus di gereja, sehingga banyak orang menjadi kecewa.
“Jika kita memandang muka berarti kita tidak hidup dalam kasih, padahal dasar hidup Kristiani adalah kasih!”
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar