“Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku.” (Lukas 15:12a)
Kita patut bersyukur,oleh karena pengorbanan Tuhan kita Yesus Kristus
di atas Kalvari, kita yang dahulunya terbuang jauh karena dosa
diperdamaikan kembali dengan Allah, bahkan kita diangkat sebagai
anak-anak Allah. Karena kita adalah anak, maka kita pun dapat
memanggil Allah dengan panggilan yang intim yaitu “Bapa”. Kata “Bapa”
menunjukkan hubungan kasih yang tiada jarak, erat, tidak ada keraguan
atau keengganan lagi. Bahkan lebih dari itu “....jika kita adalah anak,
maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak
menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan
Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita
juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” (Roma 8:17). Sebagai anak
kita juga berhak atas warisan yang telah disediakan oleh Bapa bagi
anak-anak-Nya.
Dalam pembacaan Firman hari ini Tuhan Yesus
melukiskan kebesaran kasih Bapa melalui perumpamaan tentang anak yang
hilang. Anak bungsu adalah gambaran dari kehidupan di dalam kasih
karunia, sedangkan Ayah yang baik adalah gambaran dari Pribadi Bapa di
Sorga yang dipenuhi oleh kasih karunia untuk anak-anak-Nya. Anak bungsu
memaksa ayahnya untuk segera membagikan harta kekayaannya kepada
anak-anaknya. Si bungsu meminta harta yang menjadi haknya terlebih
dahulu; dan karena kasihnya yang begitu besar, sang ayah pun
membagikan-bagikan hartanya tersebut. Setelah menerima harta dari sang
ayah si bungsu ini pun segera menjual seluruh hartanya, lalu pergi ke
negeri yang jauh meninggalkan ayah dan kakaknya. Di tempat jauh inilah
si bungsu memboroskan harta kekayaan untuk berfoya-foya hingga harta
yang dimilikinya tersebut ludes tak bersisa. Keadaannya makin buruk
karena di negeri di mana ia tinggal terjadi bencana kelaparan yang
hebat, sehingga ia pun menjadi sangat melarat. Untuk bertahan hidup ia
bekerja sebagai penjaga babi, dan karena laparnya ia sampai ingin
mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi.
Anak bungsu
harus menanggung akibat dari kesalahannya sendiri; hidupnya gagal dan
hancur total sampai di titik terendah setelah keluar dan meninggalkan
rumah ayahnya. Setelah mengalami kegagalan, kehancuran dan mengalami
jalan buntu untuk setiap permasalahan yang kita hadapi seringkali kita
baru menyadari akan kesalahan yang telah kita perbuat dan menyesal.
Memang, penyesalan selalu datang terlambat. Inilah yang dirasakan anak
bungsu, “Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang
upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati
kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata
kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa,”
(Lukas 15:17-18). Akhirnya anak bungsu pun memutuskan untuk kembali ke
rumah ayahnya. Ia tidak peduli apakah ayahnya masih mau menerimanya atau
tidak.
“Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah
mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."
(Lukas 15:32)
Perhatikan : ketika anaknya yang bungsu kembali,
“Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.”
(Lukas 15:20b). Luar biasa! Dengan tangan terbuka ayah menyambut kembali
anak bungsunya yang telah lama hilang. Bukan hanya itu, ia pun
memberikan “jubah” yang terbaik, “cincin” dan juga “sepatu" “Lekaslah
bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan
kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya.” (Lukas 15:22b).
Inilah gambaran kasih Bapa yang sungguh besar kepada kita; tangan-Nya
selalu terbuka untuk menyambut dan menerima kita kita kembali meskipun
kita telah memberontak, hidup dalam ketidaktaatan dan meninggalkan Dia
demi menuruti keinginan hawa nafsu. “Jubah” yang diberikan ayah kepada
anak bungsu adalah gambaran kebenaran dan keselamatan. Kebenaran telah
hilang dalam diri semua manusia oleh karena dosa, "Tidak ada yang benar,
seorangpun tidak.” (Roma 3:10). Firman Tuhan menegaskan bahwa “...upah
dosa ialah maut;” (Roma 6:23) namun “Karena begitu besar kasih Allah
akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal,
supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan
beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16).
Pengorbanan-Nya di kayu
salib membenarkan manusia dan memberi manusia keselamatan. “Dahulu
memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah
mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu. Kamu telah
dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran.” (Roma 6:17-18).
“Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.” (Mazmur 103:13).
Sang ayah memberikan “cincin” kepada anak bungsu. “Cincin” adalah
lambang otoritas. Di awal penciptaannya manusia beroleh kuasa dan
otoritas dari Tuhan untuk menguasai dan menaklukan bumi. "Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan
atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."
(Kej. 1:26). Namun kuasa dan otoritas itu hilang karena manusia jatuh
dalam dosa. Namun melalui pengorbanan Yesus di atas kayu salib otoritas
dan kuasa itu dikembalikan dan menjadi milik orang percaya seperti
penegasan Yesus, “Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu
untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan
musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu.” (Lukas 10:19).
Setiap yang percaya kepada Yesus mempunyai kuasa di dalam nama-Nya.
Karena nama-Nya adalah nama di atas segala nama dan di dalam nama-Nya
bertekuk lutut segala yang ada di langit, yang ada di atas bumi dan
bawah bumi “supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di
langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,” (Filipi
2:10).
Sang ayah juga mengenakan “sepatu” pada kaki anaknya, sebab
saat pulang anak tidak lagi memakai kasut/sepatu karena ia hidup sebagai
budak, namun kini anak dikembalikan kepada posisi semula (gambaran
sepatu). Karena dosa kita terbuang jauh dari Bapa, tetapi melalui karya
Kristus kita dikembalikan kepada posisi semula yaitu sebagai anak yang
dikasihi-Nya, dipindahkan dari kegelapan kepada terang-nya yang ajaib
dan kita pun kembali menjadi obyek kasih Bapa. Kepulangan anak bungsu
juga membuat hati ayah dipenuhi sukacita sehingga ia pun menggelar
“pesta”. Pesta adalah gambaran sukacita Bapa yang besar karena anak-Nya
yang telah lama hilang didapat-Nya kembali.
Tidak ada sukacita yang
lebih besar daripada sukacita karena seorang berdosa, yang lama
terhilang, pilang kembali ke rumah Bapa dan diselamatkan. Saat itu pula
beribu-ribu malaikat di sorga akan bersorak-sorai penuh sukacita.
“Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Lukas 19:10).
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar