“Bagiku
tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku
hidup dalam kebenaran.” (3 Yohanes 1:4)
Mari
kita simak pembicaraan dua sahabat yang telah lama tidak pernah bertemu. Yang
pertama bernama si Poltak dan sahabatnya, Maruli. Sambil bersantai menikmati
makanan kecil di sebuah kedai kopi, mereka duduk berbincang tentang masa lalu
dan keluarga masing-masing. Poltak bercerita bahwa ia kini menjadi supir taksi,
sementara kedua anaknya sudah memiliki pekerjaan tetap. Anak pertama bekerja
sebagai supir pribadi, sedangkan anaknya yang kedua bekerja sebagai SPG di
sebuah toko pakaian di Mall. “sekalipun penghasilan yang diperoleh oleh
anak-anak tiap bulan tidak besar, dan karena itu mereka kerap tidak bisa
memberi orangtuanya jatah bulanan, tetapi itu bukan masalah. Bagi saya dan
istri, melihat mereka bisa tumbuh besar dan hidup lurus di tengah dunia yang
bengkok sudah merupakan kebahagian yang luar biasa,” ujarnya.
Apa
yang diharapkan orangtua dari anak-anaknya? Bila kita berpikir bahwa menjadi
orang yang pintar, kaya, terpandang, dan memiliki kekayaan berlimpah merupakan
cara terbaik membahagiakan orangtua, itu memang ada benarnya. Sebab,
bagaimanapun tidak ada orangtua yang ingin anak-anaknya hidup susah terutama seperti
orang batak yang punya falsafah, “anakko ku do hamoraon di ahu”. Namun jika
ternyata kita tidak memiliki kehidupan seperti itu, apakah artinya kita tidak
dapat membahagiakan orangtua? Tentu saja tidak.
Sesungguhnya
kebahagian terbesar orangtua adalah saat mendapati anak-anaknya bisa hidup
dengan benar sehingga mampu menjaga nama baik keluarga. Hal yang sama juga
diutarakan Yohanes dalam suratnya kepada orang-orang percaya. Sebagai bapak
rohani, sukacita terbesarnya adalah saat mendapati anak-anak rohaninya tetap
hidup benar sesuai tuntunan firman Tuhan. Perkataan Yohanes ini sekaligus
merupakan pujian kepada orang-orang percaya yang telah menjaga iman ditengah
berbagai tantangan kesesatan zaman. Sebab dengan menjalani kehidupan seperti
itu, orang-orang percaya tidak hanya menjaga dirinya dari berbagai cobaan.
Melainkan juga karena perkenanan Tuhan atas dirinya.
Saudara-saudaraku
terkasih, membahagiakan orangtua adalah panggilan. Apakah kita telah menjadi
anak yang mampu membahagiakan mereka? Bukan hanya orangtua di dunia, tetapi
juga orangtua kita di surga, Bapa di surga.
Anak
yang berbakti adalah anak yang sedang membahagiakan orangtua dan dirinya
sendiri. Amin.
Tuhan
Yesus Memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar