“Mereka
tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu
mereka juga telah disediakan.” (1 Petrus 2:8)
Keberadaan
orang percaya digambarkan sebagai batu-batu hidup yang dipergunakan untuk
pembangunan rumah rohani. Dengan demikian setiap kita memiliki peranan dan
fungsi. Tertulis: “....kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa
yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan
perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari
kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah,
tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani
tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.” (1 Petrus 2:9-10).
Menjadi
batu yang hidup berarti memiliki kehidupan yang berpadanan dengan panggilan
Tuhan, “Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan
apa yang kudus.” (1 Tesalonika 4:7). Jadi, “.....hendaklah kamu menjadi kudus
di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil
kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” (1 Petrus 1:15-16).
Hidup di dalam kekudusan berarti tidak “.........menyerahkan anggota-anggota
tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah
dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang
hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi
senjata-senjata kebenaran.” (Roma 6:13).
Sebaliknya
jika kita tetap hidup dalam ketidtaatan dan ketidaksetiaan dalam melakukan
kehendak Tuhan dan memiliki gaya hidup yang duniawi, maka keberadaan kita sama
seperti batu-batu yang mati. Artinya kita telah gagal dalam menjalankan peran
dan fungsi kita sebagai anak-anak Tuhan. Kita tidak lagi mencerminkan umat
tebusan Tuhan dan imamat rajani, melainkan telah menjadi batu sandungan bagi
orang lain, apalagi jika saat dalam masalah dan penderitaan kita mengeluh,
bersungut-sungut, mengumpat, ikut-ikutan mencari pertolongan kepada dunia, mata
rohani tidak lagi tertuju kepada Tuhan Yesus, selaku Batu Penjuru kita,
sehingga orang-orang dunia pun tidak melihat Kristus ada di dalam kita.
“Kita
menjadi batu-batu yang mati!”
Tuhan
Yesus Memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar