Halaman

Kamis, 31 Oktober 2013

BATU YANG MATI atau BATU YANG HIDUP.



“Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan.” (1 Petrus 2:8)

Keberadaan orang percaya digambarkan sebagai batu-batu hidup yang dipergunakan untuk pembangunan rumah rohani. Dengan demikian setiap kita memiliki peranan dan fungsi. Tertulis: “....kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.” (1 Petrus 2:9-10).
Menjadi batu yang hidup berarti memiliki kehidupan yang berpadanan dengan panggilan Tuhan, “Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus.” (1 Tesalonika 4:7). Jadi, “.....hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” (1 Petrus 1:15-16). Hidup di dalam kekudusan berarti tidak “.........menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.” (Roma 6:13).
Sebaliknya jika kita tetap hidup dalam ketidtaatan dan ketidaksetiaan dalam melakukan kehendak Tuhan dan memiliki gaya hidup yang duniawi, maka keberadaan kita sama seperti batu-batu yang mati. Artinya kita telah gagal dalam menjalankan peran dan fungsi kita sebagai anak-anak Tuhan. Kita tidak lagi mencerminkan umat tebusan Tuhan dan imamat rajani, melainkan telah menjadi batu sandungan bagi orang lain, apalagi jika saat dalam masalah dan penderitaan kita mengeluh, bersungut-sungut, mengumpat, ikut-ikutan mencari pertolongan kepada dunia, mata rohani tidak lagi tertuju kepada Tuhan Yesus, selaku Batu Penjuru kita, sehingga orang-orang dunia pun tidak melihat Kristus ada di dalam kita.
“Kita menjadi batu-batu yang mati!”
Tuhan Yesus Memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar