Halaman

Rabu, 22 Oktober 2014

MEMBAYAR HUTANG KASIH



“Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging.” (Roma 8:12).

Sebagai orang percaya kita adalah orang-orang yang berhutang kepada Tuhan. Hutang yang dimaksud bukan dalam pengertian daging, tetapi kita berhutang kepada Roh yaitu supaya kita hidup oleh Roh. “Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.” (Roma 8:13). Apabila kita tidak mengasihi sesama, kita dikatakan telah berhutang kepada sesama. Begitu pula bila kita tidak mengasihi Tuhan dengan sungguh, maka sesungguhnya kita adalah orang yang berhutang kepada Tuhan.
Dahulu kita adalah orang berdosa, berarti kita berhutang kepada dosa, sehingga kita harus menjadi hamba dosa. Namun sekarang, kita “….telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran.” (Roma 6:18), oleh sebab Kristus telah lunas membayar surat hutang dosa kita di kayu salib, bukan dengan emas atau perak, tetapi dengan darah-Nya sendiri. “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” (1 Petrus 1:18-19). Rasul Paulus menulis: “dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka.” (Kolose 2:14-15).
Jadi sekarang, bagaimana caranya kita membayar hutang itu? Yaitu dengan cara mengasihi sesama kita sama seperti kita mengasihi Tuhan. Mengasihi Tuhan yang tidak kelihatan secara mata jasmani tidak mungkin dapat kita lakukan, namun dapat kita lakukan dengan cara beribadah kepada-Nya dengan sungguh dan mengasihi sesama kita. “Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.” (1 Yohanes 4:20). Jadi mengasihi sesama adalah bukti bahwa kita ini berasal dari Allah dan mengenal Allah.
“….semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35).
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

KELUARGA TAKUT AKAN TUHAN BANYAK BERKATNYA



“Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya;” (Mazmur 127:1).

Orang dunia berprinsip bahwa sebuah keluarga akan berbahagia bila mereka memiliki uang dan harta kekayaan yang berlimpah. Benarkah? Sesungguhnya, apalah artinya berlimpah materi jika kita sendiri tidak menikmatinya. Bukankah ada banyak orang kaya di dunia ini yang hidupnya justru tidak bahagia? Hari-hari mereka dipenuhi kekuatiran, kecemasan, was-was, sakit-sakitan, konflik dan sebagainya. Namun keluarga yang senantiasa mengandalkan Tuhan dan punya rasa takut akan Tuhan selain akan mengalami berkat-berkat Tuhan secara jasmani, juga akan menikmati berkat-berkat rohani yaitu kebahagian, ketenteraman, ketenangan, sukacita, perlindungan, dan damai sejahtera.
Tempatkan Tuhan Yesus sebagai yang terutama dalam keluarga, maka Dia akan memimpin dan memberkati apa saja yang kita kerjakan. Berkat-berkat yang disediakan Tuhan bagi keluarga yang takut akan Tuhan di antaranya: “Apabila engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu!” (Mazmur 128:2). Kita akan menikmati hasil dari setiap jerih payah kita. “Jerih payah tangan” berbicara tentang pekerjaan, studi, usaha, bisnis dan sebagainya. Banyak orang membanting tulang siang malam tanpa kenal lelah tidak dapat menikmati hasil jerih payanya karena tidak melibatkan Tuhan, “Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.” (Mazmur 127:2).
Orang yang takut akan Tuhan tidak hidup bergantung dari apa yang diberikan dunia, namun dari apa yang disediakan Tuhan, sebab “Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.” (Amsal 10:22). Orang yang takut akan Tuhan pasti mengerjakan segala sesuatu dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia, dari situlah Tuhan akan menyediakan-Nya sebagai upah. “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” (Kolose 3:23).
"Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).
“Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.” (Mazmur 127:2).
Meski sebagai sel terkecil dari masyarakat, keberadaan keluarga justru memiliki peranan yang sangat vital. Jika sebuah keluarga dalam keadaan baik, harmonis dan diberkati, hal ini akan berdampak positif kepada masyarakat secara luas. Sebaliknya bila dari sel terkecil ini (keluarga) sudah punya banyak masalah, hal itu juga akan berdampak buruk bagi masyarakat luar. Contoh: ada banyak kasus kenakalan remaja berawal dari keadaan keluarga yang broken home. Karena itu kita harus mendasari keluarga kita dengan iman yang kuat dengan menanamkan hati yang takut akan Tuhan.
Takut akan Tuhan ini keputusan dan pilihan hidup karena kita memiliki kehendak bebas (free will). Bila kita rindu keluarga kita diberkati dan dipelihara Tuhan, tidak ada pilihan lain selain harus takut akan Tuhan. Inilah berkat bagi keluarga yang takut akan Tuhan: “Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu;” (Mazmur 128-3a). pohon anggur adalah tanaman yang banyak ditanam di Isreal karena air buah anggur merupakan minuman yang sangat menyegarkan. Bila isteri seperti pohon anggur yang subur berarti tidak hanya berdaun lebat, tapi juga menghasilkan buah yang dapat dinikmati oleh seisi keluarga; inilah isteri yang cakap, yang “….adalah mahkota suaminya,” (Amsal 12:4) dan “….Ia lebih berharga dari pada permata.” (Amsal 31:10). Keberadaan isteri yang demikian tentunya sebagai dampak dari suami yang mampu menjadi imam bagi keluarganya. Berkat berikutnya adalah “anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu!” (Mazmur 128:3b). pohon zaitun adalah pohon yang sangat kuat dan tidak mudah roboh. Dari pohon itu juga dihasilkan minyak yang sangat harum. Melalui keteladanan yang ditunjukkan oleh orangtua yang takut akan Tuhan, anak-anak pun akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang mengasihi Tuhan dan memiliki iman yang kuat sehingga mereka tidak mudah terbawa oleh arus dunia ini.
Ibarat peribahasa “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, maka “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” (Amsal 22:6).
“Kita akan menjadi keluarga yang diberkati Tuhan dan berbahagia bila seisi rumah (suami, isteri dan anak-anak) memiliki hati yang takut akan Tuhan!”
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

PEMBALASAN HAK MUTLAK TUHAN



“janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.” (Roma 12:19)

Bagi orang yang menaruh dendam atau niat pembalasan terhadap orang lain, di dalam hatinya tidak ada hal-hal yang positif, melainkan hanya rancangan-rancangan jahat. Saul menyimpan kebencian dan dendam kepada Daud oleh karena Daud banyak orang mengelu-elukan Daud: "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa." (1 Samuel 18:7). Karena hati Saul dipenuhi oleh rasa dendam, maka ekspresi yang keluar pun hal-hal negative semata, baik itu melalui perkataan dan juga perbuataan. Pembalasan dendam hanya akan menciptakan penderitaan batin si pelaku.
Yusuf adalah contoh orang yang sanggup mengasihi dan mengampuni musuhnya. Meski dianiaya dan dibuat menderita oleh saudara-saudaranya, Yusuf tidak menyimpan dendam sedikit pun, tapi malah ia menunjukkan kasih dan kemurahannya. “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga.” (Kejadian 50:20-21).
Kita tidak diperkenankan membalas dendam kepada musuh karena pembalasan adalah hak mutlak Tuhan. Barangsiapa berusaha membalas dendam kepada orang lain berarti ia telah mencuri hak mutlak milik Tuhan. Pembalasan itu bukan hak kita, melainkan milik Tuhan sendiri. Yang menjadi bagian kita adalah mengijinkan Tuhan untuk menangani orang lain. Biarlah Tuhan sendiri yang bertindak karena Ia punya cara dan waktu sendiri untuk menangani masalah yang terjadi. Yang harus dilakukan adalah ini: “….jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.” (Roma 12:20). Jadi cara yang tepat dalam memperlakukan musuh adalah menunjukkan kasih dan kemurahan kepadanya. “….kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!” (Roma 12:21).
“Mengasihi, bermurah hati dan mengampuni musuh adalah bagian kita; bagian Tuhan adalah menyelesaikan dengan cara dan waktu-Nya sendiri.”
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.

JANGAN MEMBALAS DENDAM



“Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk!” (Roma 12:14)

Sebagai makhluk sosial kita tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain di tengah-tengah hiruk pikuk dunia ini. Kita pasti membutuhkan orang lain untuk saling bekerjasama dalam segala hal. Namun dalam membangun hubungan dengan orang lain acapkali kita dihadapkan pada banyak kendala atau masalah. Mengapa demikian? Karena setiap orang memiliki latar belakang dan kepribadian yang berbeda-beda satu sama lain sehingga otomatis masing-masing punya kehendak, keinginan, ide dan pendapat yang berbeda pula. Akibatnya perselisihan, ketegangan, kebencian, marah, selisih paham, kesal, jengkel, sakit hati seringkali timbul dan hal itu berujung kepada permusuhan. Banyak sekali kasus kejahatan terjadi karena dipicu permusuhan antar individu, dan biasanya orang yang bermusuhan akan mencari cara untuk membalaskan dendamnya.
Bagaimana sikap orang Kristen dalam menghadapi situasi yang demikian? Bagaimana sikap kita terhadap orang-orang yang telah berbuat salah, menyakiti, melukai dan memusuhi kita? Haruskah kita menganggap mereka sebagai musuh bebuyutan yang sewaktu-waktu harus kita beri pelajaran dengan memperlakukannya dengan tidak baik? Prinsip yang dilakukan oleh orang-orang dunia terhadap musuh adalah musuh sebagaimana ia sudah diperlakukan, artinya ia akan berusaha membalas setimpal dengan perbuatan mereka, bahkan akan berlaku pembalasan lebih kejam daripada perbuatan. Jadi cara yang salah dalam memperlakukan orang lain yang kita anggap sebagai musuh adalah membalas dendam. Sebagai orang percaya kita tidak diperbolehkan belaku demikian.sikap atau pikiran untuk membalas dendam kepada orang lain sedikit pun tidak boleh berada di benak dan didalam praktek hidup kita.
Mengapa kita tidak boleh membalas dendam? Ada tertulis: “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan;” (Roma 12:17). Tuhan melarang kita untuk membalas kejahatan dengan kejahatan. Ini adalah perintah Tuhan yang harus kita taati. Jika ada orang lain yang berbuat jahat kepada kita, lalu kita pun secepat kilat merancang kejahatan dan berusaha balas dendam, kita telah melanggar firman Tuhan!
“Tuhan melarang kita untuk melakukan balas dendam!
Amin.
Tuhan   

HATI YANG PATAH



“TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.” (Mazmur 34:19)

Kami seringkali mendapat “curhat” dari anak-anak muda Kristen yang sedang mengalami masalah. Umumnya masalah yang mereka hadapi sama yaitu perihal putus cinta, diduakan cintanya atau diselingkuhi pacar, ditolak pacar, status hubungan yang tidak jelas dan sebagainya. Kebanyakan dari mereka patah hati, sakit hati, terluka, kecewa, sedih berlarut-larut, sulit melupakan pacar karena sudah terlanjur sayang. Ini membawa dampak yang sangat buruk; tidak konsentrasi belajar, nilai-nilai sekolah terjun bebas, kuliah berantakan dan aktivitas-aktivas lain pun menjadi terganggu termasuk dalam hal kerohanian. Rata-rata dari mereka berkata, “Hidupku tidak artinya lagi. Tuhan tidak sayang padaku.” Akhirnya yang terjadi “galau tingkat tinggi” meliputi hati mereka!
Banyak para muda-mudi yang menempuh berbagai cara untuk melupakan rasa sakit hatinya. Hanya, sayang sedikit dari mereka yang menempuh jalan yang benar, kebanyakan justru melakukan tindakan-tindakan yang negative. Ada yang menumpahkan segala kekesalan hati melalui “twitter/facebook” dengan kata-kata yang kasar dan tidak pantas serta bahasa kotor dan kebun binatang pindah di status. Bahkan banyak pula yang malah lari kepada ganja, mabuk-mabukan, “dugem”, bahkan ada yang sampai mengkonsumsi obat-obat terlarang.
Haruskah anak-anak muda Kristen mengikuti cara-cara yang salah seperti yang ditempuh oleh anak-anak dunia dalam mengatasi luka-luka hatinya? Masalah yang ada tidak seharusnya membuat kita give up dan kian terpuruk. Seburuk apa pun situasinya, kita harusnya membuat kita harus tetap move on! Bagaimana caranya? Mendekatlah kepada Tuhan melalui doa dan sediakan waktu membaca dan merenungkan firman-Nya. Ayat di atas menyatakan bahwa Tuhan itu sangat dekat dengan orang-orang yang patah hati. Artinya, Tuhan tidak pernah membiarkan dan meninggalkan kita sendirian melewati pergumulan yang berat itu; Dia mengerti dan mempedulikan kita. Tuhan pasti punya rencana di balik masalah yang sedang terjadi. Oleh karena itu jangan terfokus pada masalah yang ada, tapi arahkan mata kepada Tuhan.
“TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya.” (Nahum 1:7)
Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.