“.......mengapa
engkau menghormati anak-anakmu lebih dari pada-Ku,.....” (1 Samuel 2:29)
Anak
adalah harta yang tak ternilai dalam keluarga. Abraham menunggu selama 25 tahun
lamanya untuk mendapatkan Ishak. Dapatlah dipahami jika ia dan istrinya sangat
mengasihi anaknya itu. Memang amat menyenangkan dapat menyaksikan pertumbuhan
anak kita yang lucu dan menggemaskan. Wajah mereka tampak imut-imut dengan
tatap mata yang bening dan polos. Namun, alangkah sedihnya kalau anak-anak yang
semula menyenangkan itu setelah dewasa menjadi menyebalkan dan membuat para
orangtua kewalahan dengan kenakalan mereka.
Itulah
yang terjadi pada keluarga Eli. Kedua anaknya, Hofni dan Pinehas, yang setelah
dewasa seharusnya menjadi imam dan melayani umat Israel, ternyata
menyalahgunakan kekuasaannya. Mereka meyerobot daging yang seharusnya
dipersembahkan kepada Tuhan “ataupun batas hak para imam terhadap bangsa itu.
Setiap kali seseorang mempersembahkan korban sembelihan, sementara daging itu
dimasak, datanglah bujang imam membawa garpu bergigi tiga di tangannya dan
dicucukkannya ke dalam bejana atau ke dalam kuali atau ke dalam belanga atau ke
dalam periuk. Segala yang ditarik dengan garpu itu ke atas, diambil imam itu
untuk dirinya sendiri. Demikianlah mereka memperlakukan semua orang Israel yang
datang ke sana, ke Silo. Bahkan sebelum lemaknya dibakar, bujang imam itu
datang, lalu berkata kepada orang yang mempersembahkan korban itu:
"Berikanlah daging kepada imam untuk dipanggang, sebab ia tidak mau menerima
dari padamu daging yang dimasak, hanya yang mentah saja." Apabila orang
itu menjawabnya: "Bukankah lemak itu harus dibakar dahulu, kemudian
barulah ambil bagimu sesuka hatimu," maka berkatalah ia kepada orang itu:
"Sekarang juga harus kauberikan, kalau tidak, aku akan mengambilnya dengan
kekerasan." Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di
hadapan TUHAN, sebab mereka memandang rendah korban untuk TUHAN.” (1 Samuel
2:13-17). Mereka manajiskan Kemah Suci dengan meniduri perempuan-perempuan yang
malayani di situ “Eli telah sangat tua. Apabila didengarnya segala sesuatu yang
dilakukan anak-anaknya terhadap semua orang Israel dan bahwa mereka itu tidur
dengan perempuan-perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan,” (1
Samuel 2:22). Eli sudah berusah menegur mereka “berkatalah ia kepada mereka:
"Mengapa kamu melakukan hal-hal yang begitu, sehingga kudengar dari
segenap bangsa ini tentang perbuatan-perbuatanmu yang jahat itu? Janganlah
begitu, anak-anakku. Bukan kabar baik yang kudengar itu bahwa kamu menyebabkan
umat TUHAN melakukan pelanggaran. Jika seseorang berdosa terhadap seorang yang
lain, maka Allah yang akan mengadili; tetapi jika seseorang berdosa terhadap
TUHAN, siapakah yang menjadi perantara baginya?" Tetapi tidaklah didengarkan
mereka perkataan ayahnya itu, sebab TUHAN hendak mematikan mereka.” (1 Samuel
2:23-25), tetapi ia tidak bersikap tegas. Ia malah ikut menikmati daging yang
mereka ambil itu, “Mengapa engkau memandang dengan loba kepada korban
sembelihan-Ku dan korban sajian-Ku, yang telah Kuperintahkan, dan mengapa
engkau menghormati anak-anakmu lebih dari pada-Ku, sambil kamu menggemukkan
dirimu dengan bagian yang terbaik dari setiap korban sajian umat-Ku Israel?” (1
Samuel 2:29). Jelaslah bahwa ia lebih menyayangi dan menghormati anaknya
daripada Tuhan.
Wajar
saja jika orangtua bangga dan sayang pada anaknya, orangtua juga perlu
menghormati sang anak. Namun, tentu juga bukan dalam taraf yang berlebihan
seperti sikap Eli sehingga si anak menjadi kurang ajar. Mintalah hikmat Tuhan
untuk mendorong dan mengarahkan anak kita, agar mereka dapat membedakan antara
yang patut dan yang tidak patut. Bersama-sama dengan mereka, kita belajar untuk
menjadi keluarga yang takut dan hormat akan Tuhan.
“Kasih
sayang terbaik pada anak adalah mengarahkan mereka untuk menghormati Tuhan”
Amin.
Tuhan
Yesus Memberkati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar