“Manusia
itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi
dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." (Kejadian 3:12)
Ada
seorang pemuda lupa memenuhi janji pada sang kekasih untuk pergi makan malam di
hari peringatan setahun mereka berpacaran. Ia meminta maaf dan member alas an
klise seperti pekerjaan kantor yang menumpuk, mengejar deadline dan sebagainya.
Sang gadis hanya diam. Kuatir, sang pemuda pun meminta saran kepada sang bunda.
“Nak, cobalah kau minta maaf lagi. Katakana, kau ingin minta maaf, amat
menyesal dank au mengajaknya pergi ke restoran pilihan gadismu sebagai
gantinya.” Dorong sang bundanya.
Meminta
maaf tidak mudah dilakukan kebanyakan orang. Lebih parahnya lagi, walaupun
dilakukan tetapi dibumbui berbagai alas an. Ini mengakibatkan penyesalan yang
diutarakan tidak tulus. Penyesalan seperti ini ditunjukkan oleh Adam dan Hawa
ketika mereka sadar telah melanggar perintah Tuhan. Alih-alih memohon ampun dan
mengakui kesalahan, mereka justru mencari-cari alasan untuk membenarkan diri.
Adam menunjuk Hawa sebagai kambing hitam dan Hawa yang menyalahkan si ular yang
membujuknya. Hal sebaliknya di lakukan Daud. Ia mengakui kesalahan karena telah
membunuh Uria prajurit sendiri dan
mengambil istri tentara pemberani itu. Dalam permintaan maaf yang tulus
terdapat dua bagian. Pertama pengakuan akan kesalahan dan penyesalan kita
atas-Nya, kedua janji kita untuk membayar kesalahan atau menggantinya dengan
sesuatu yang baik. Dua hal itu tidak terpisah dan saling melengkapi.
Sebagai
manusia kita tidak terlepas dari kesalahan, baik pada sesama, terlebih pada
Tuhan, sudah selayaknya kita memohon ampun dengan tulus dan jangan ada memberi
alasan atau berdalih ketika telah bersalah dalam bentuk apa pun. Mari kita lakukan
pemberesan kesalahan dengan dua hal tersebut. Ingatlah, itikad kita untuk
melakukannya searah dengan kedewasaan iman kita pada Tuhan.
Amin.
Tuhan
Yesus Memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar