“Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang
yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.” (Amsal 16:32).
Saya berusaha mengendalikan diri. Tetapi, orang itu
mulai lagi. Kata-katanya seperti pisau, memutuskan benang-benang yang baru saja
mengatupkan luka hati saya. Perih, saya tidak tahan. Perkataan saya meledak
seperti granat tangan. Melukai yang mendengar dan saya sendiri. Setelah itu
hari itu saya gelisah. Saya tahu Roh Tuhan di dalam saya ingin membuahkan pengendalian
diri, tetapi saya menolak mendengarkan-Nya. Ini sudah kesekian kalinya, Tuhan.
Orang itu harus tahu sakit hati saya. Kalau tidak bagaimana ia bisa berubah?
Saya membela diri seperti seorang pahlawan kebajikan. Lalu saya terdiam.
Sekarang saya menyakitinya, apa bedanya saya dengan dia?
Mungkin Anda pernah mengalami pergulatan batin
semacam itu dan mengalami sulitnya mengendalikan diri. Benarlah kata penulis
Kitab Amsal, merebut kota itu lebih mudah daripada menguasai diri (ayat 32).
Merebut kota mungkin hanya perlu waktu satu atau beberapa hari. Tetapi,
pengendalian diri membutuhkan perjuangan setiap hari, tak berhenti sepanjang
usia kita. Kadang kita berhasil, namun seringkali kita gagal. Kita harus terus
menerus “melatih” diri kita “Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya
seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku
sendiri ditolak.” (1 Korintus 9:27) untuk lebih mendengarkan tanggapan Roh
Kudus daripada diri sendiri agar bisa memberikan respons yang tepat.
Apakah kita sedang mengendalikan atau justru
dikendalikan oleh kebencian, kepahitan, sikap mengasihini diri, pikiran kotor,
kekecewaan, kesombongan, ketamakan, dan berbagai sifat manusiawi kita? Jangan
biarkan semua itu bertakhta di hati dan menjadi berhala diri. Mari mohon Roh
Kudus menolong kita bertumbuh dan menghasilkan buah-buah pengendalian diri.
Roh Kudus menolong kita mengendalikan diri ketika
kita mendengarkan-Nya setiap hari.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar